REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kawasan Pantai Senggigi di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu andalan wisata di Pulau Lombok. Dibanding objek wisata lain, Senggigi menjadi pionir dalam fasilitas wisata seperti sarana penginapan, baik dari hotel berbintang maupun nonbintang.
Namun, beragam persoalan juga turut mengiringi perjalan Senggigi sebagai objek destinasi wisata. Antara lain soal karut marutnya tata ruang bangunan. "Senggigi akan mulai kita tata. Senggigi ini sudah tidak mengikuti masterplan," ujar Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat Ispan Junaidi di sela-sela rapat koordinasi tata kelola destinasi wisata NTB di Hotel Golden Palace, Mataram, NTB, Rabu (25/10).
Ispan menjelaskan, pada 31 tahun lalu saat Senggigi mulai dibangun sebagai kawasan wisata, pembangunan hotel berlangsung secara masif meski perizinan belum rampung. Namun kini, sudah ada ratusan vila di areal perbukitan yang ada di Senggigi, dan ini menjadi persoalan yang harus segera dibenahi.
Menurut Ispan, model pengelolaan pariwisata yang baik ialah penerapan pengelolaan pariwisata terpadu seperti yang dilakukan di KEK Mandalika dan Nusa Dua, Bali. "(Senggigi) beda dengan Mandalika dan Nusa Dua yang single management, itu yang bagus one gate system," lanjut Ispan.
Kendati begitu, Ispan menyebutkan tingkat okupansi hotel di Senggigi masih sangat baik, dengan persentase 80 persen hingga 90 persen untuk okupansi hotel berbintang.
Menurut Ispan, wisatawan mancanegara yang ramai kunjungi Senggigi berkarakter premium, atau kalangan menengah ke atas. Sebaran hotel berbintang dengan pelayanan dan fasilitas yang lengkap menjadi pilihan bagi para pelancong yang datang bersama keluarga.