REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurahman kembali terjaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini Bupati yang sempat menang praperadilan dengan KPK tersebut tertangkap tangan setelah diduga melakukan tindak pidana suap yang terjadi di Nganjuk dan berlanjut di Jakarta.
Berdasarkan data yang dilihat Republika.co.id, dari acch.kpk.go.id, pada Rabu (25/10) diketahui harta yang dimiliki oleh Taufiq sebanyak Rp 21.431.634.907 yang terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak. Terakhir, Taufiq melapor pada 6 Oktober 2014. Pelaporan itu dilakukan ketika dia menjabat sebagai Bupati Nganjuk periode kedua yaitu 2013-2018.
Untuk harta tidak bergerak, total harta yang dimilikinya adalah Rp 8.221.825.488 berupa sejumlah bidang tanah di Surabaya, Malang, Nganjuk, Kediri dan Jombang. Sementara harta bergerak berupa alat transportasi dengan total nilainya mencapai Rp 3.762.700.000. Dalam LKHPN yang ia laporkan tercatat pula usaha berupa peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan lainnya dengan total Rp 5.752.500.000.
Ada pula harta berupa logam mulia dan benda bergerak lainnya sejumlah Rp 299.425.000. Sementara untuk giro dan setara kas lainnya Rp 2.953.438.357, serta piutang Rp 443.127.500.
Taufiqurrahman sendiri pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 6 Desember 2016. Kader PDIP itu menjabat sebagai Bupati Nganjuk dua periode, yakni pada 2008-2013 dan 2013-2018. Taufiqurrahman saat itu diduga terlibat dalam kasus di lima proyek yang terjadi pada 2009.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan Jembatan Kedung Ingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk. Namun, Taufiqurrahman bisa lepas jeratan tersangka KPK setelah menang di praperadilan. KPK pun akhirnya melimpahkan kasus Taufiqurrahman itu ke Kejaksaan Agung.