REPUBLIKA.CO.ID, Seorang lelaki paruh baya melangkah keluar dari gedung posko ante mortem Rumah Sakit Polri Kramat Jati dengan langkah lesu. Matanya menerawang. Ekspresinya pun kaku.
Pria dengan rambut beruban dan kopiah berwarna dasar hitam ini berjalan keluar bersama dengan beberapa orang lainnya. Saat ditanya, Ano, nama pria tersebut, mengaku datang ke RS Polri untuk mencari anak laki-lakinya.
Anak keempatnya itu merupakan salah satu korban dari ledakan pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya, Kosambi, Tangerang, Kamis (26/10). "Anak saya namanya Gugun Gunawan. Umur 17 tahun. Dia baru kerja empat bulan," katanya.
Gugun hanya lulusan SMP. Ia tak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Dalihnya, dia ingin membantu orang tua mencari uang. Bekerja di pabrik, menurut Ano, merupakan pengalaman pertama Gugun setelah bekerja di ladang dan kebun.
Empat bulan yang lalu, Gugun diajak teman-teman untuk bekerja di pabrik tersebut. Pihak keluarga, menurut Ano, sudah melarang dan mengingatkan Gugun agar tidak bekerja di sana. Namun, Gugun //keukeuh// karena ingin membantu orang tuanya.
Baca Juga: Horor Gudang 99 Kosambi
Mendengar berita ledakan tempat Gugun bekerja tak pelak membuat Ano kaget. Pada pukul 16:00 WIB, Ano dan Kepala Desa beserta beberapa warga yang lain berangkat dari Desa Batu Layang, Cililin, Bandung Barat menuju Tangerang.
Begitu tiba di RSUD Tangerang pukul 23.00 WIB, Gugun tak ditemukan. Setelah itu, rombongan menuju RS Polri Kramat Jati. Di sana, Gugun termasuk dari lima warga Desa Batu Layangmasih belum ditemukan. Ano hanya bisa pasrah sembari melaporkan anaknya yang belum ditemukan kepada petugas di posko //ante mortem//.
Sepanjang perbincangan, Ano sempat beberapa kali kehilangan fokus dan kebingungan menjawab pertanyaan kami. Matanya sesekali menerawang, tampak air mata yang ditahan. Dia hanya ingat kebaikan Gugun semasa hidup. Terakhir, anaknya mengirim Rp 900 ribu. "Gajinya katanya," kata Ano.
Lebih lanjut, dia bercerita terkait keinginan Gugun kembali ke Cililin. Sebab, sejak bekerja, anaknya itu tak pernah pulang kampung. Gugun mengaku akan pulang saat tahun baru nanti tiba. Namun, keinginan ini harus Ano kubur dalam-dalam.
Di RSUD Kabupaten Tangerang, kisah pilu juga dituturkan Supriyo. Pria asal Pekalongan ini adalah suami dari salah satu korban bernama Atin. Pada saat mendengar ledakan, ia sedang sibuk mempersiapkan dagangannya. Supriyo tidak pernah menduga ternyata istrinya menjadi salah satu korban dari ledakan yang ia dengar. \"Itu saya lagi siap-siap dagang, baru juga sampai tiba-tiba ada suara ledakan,\" kata Supriyo yang sedang menunggui istrinya di depan ruang ICU RSUD.
Saat ditemui Republika, Supriyo sedang duduk di lantai pelataran sekitar ruang ICU. Terlihat matanya memerah dan berkaca-kaca. Pelan-pelan, ia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Atin adalah salah satu korban kebakaran gudang kembang api yang saat ini masih dirawat intensif.
Ia merupakan salah satu pasien dengan kondisi yang parah. Atin mengalami luka bakar 80 persen di tubuhnya. Tentu saja, keluarga perempuan berusia 32 tahun itu sangat khawatir terhadap anggota keluarganya tersebut.
Supriyo pun sempat pergi ke RS BUN di Kosambi. Namun, ternyata ia tidak menemukan istrinya di sana. Ia pun mendapat kabar bahwa istrinya berada di RSUD Kabupaten Tangerang. Ia pun langsung menuju lokasi.
Atin mulai dilarikan ke RSUD Kabupaten Tangerang sekitar Maghrib. Menurut Yudi Firmansyah, kepala humas RSUD Kabupaten Tangerang, pada malam hari tersebut Atin langsung dioperasi. "Untuk Atin, malam hari datang langsung kami tangani. Tadi malam langsung operasi," kata Yudi di kantornya.
Tak lama setelah Supriyo selesai diwawancarai, dia dipanggil untuk masuk ke ruang ICU. Begitu keluar dari ruang tersebut, Supriyo didampingi kerabatnya terlihat menahan air mata. Kerabat yang mendampinginya membantu Supriyo untuk berdiri tegak.
Ternyata, Supriyo dikabari bahwa kondisi Atin masih belum stabil dan akan dilakukan operasi lanjutan. Namun, dia masih belum tahu kapan akan dilakukan operasi tersebut. Ia hanya dikabarkan bahwa istrinya mengalami luka bakar 80 persen dan akan dilakukan operasi untuk kedua kalinya. Saat membesuk istri, Supriyo pun hanya bisa melihat kondisi Atin dari luar.
Hingga pukul 13.00 WIB, keluarga korban masih menunggui di depan ruang ICU. Terlihat sebagian besar dari mereka menanti dengan mata berkaca-kaca. Selain Atin, ada tujuh korban lainnya yang dirawat di RSUD Kabupaten Tangerang. Tujuh korban tersebut memiliki luka bakar serius, yaitu antara 30 persen sampai 80 persen. Saat ini, seluruh keluarga korban hanya bisa berharap tidak akan ada hal buruk yang terjadi pada anggota keluarganya yang masih dirawat.
Upah rendah
Sehari selepas musibah terjadi, banyak fakta yang ditemukan sejumlah pihak. Salah satunya, dari Komisi Hak Asasi Manusia. Komisioner Komnas HAM Siane Indiriani saat menyambangi lokasi musibah mengaku prihatin dengan upah yang diperoleh pekerja. Besarannya hanya Rp 40 ribu per hari. Temuan ini diperoleh setelah mendatangi para korban di RSUD Tangerang.
Menurut Siane, para pekerja yang didominasi pekerja di bawah umur dan perempuan bekerja dengan sistem borongan lepas. Tidak ada kontrak yang jelas. Namun, target tinggi berupa 1.000 pak kembang api ukuran satu meter harus diselesaikan.
"Kalau sampai target dibayar Rp 40 ribu. Tapi kalau //enggak// sampai target dipotong upahnya. Ada yang hanya dapat Rp 25 ribu per hari. Ini yang sangat memprihatinkan," kata Siane. Upah Rp 40 ribu per hari juga tidak sesuai dengan UMR Kabupaten Tangerang sebesar Rp 3.270.936,13.
Kementerian Ketenagakerjaan turut menyelidiki kemungkinan pelanggaran aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam kasus kebakaran pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Tangerang, Banten.
"Apakah perusahaan tersebut sudah menerapkan norma keselamatan kerja dengan baik dan benar," kata Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kemenaker Sugeng Priyanto di kantornya, Jumat (27/10).
Menurut dia, Kemenaker telah menerjunkan tim pengawas ketenagakerjaan ke lokasi kejadian dan berkoordinasi dengan aparat terkait untuk mendalami kasus tersebut. Tim akan fokus mendalami kemungkinan pelanggaran pada aspek ketenagakerjaan, di antaranya kepatuhan perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3).
(febrianto adi saputro/inas widyanuratikah/silvy dian setiawan, ed: muhammad iqbal)