Sabtu 04 Nov 2017 04:42 WIB

Cina: Isu Laut Cina Selatan tak Dibahas di APEC

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.
Foto: The New York Times
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina tidak akan membawa isu seputar kondisi Laut Cina Selatan kedalam pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Pertemuan tersebut akan lebih membahas tentang kerja sama ekonomi dinegara-negara kawasan Asia-Pasifik agar dapat mencapai kemajuan di bidang-bidang seperti pembangunan dan pertumbuhan yang inklusif.

"Laut Cina Selatan tidak menjadi isu dalam APEC ke-25 nanti dan tidak akan dibahas dalam pertemuan itu. Berbagai pihak memiliki konsensus dalam pertemuan ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Li Baodong, Jumat (3/11).

Kondisi Laut Cina Selatan kembali menjadi perhatian setelah Cina secara diam-diam melakukan banyak pembangunan dan reklamasi di kawasan tersebut. Hal ini mengindikasikan Beijing akan segera memperkuat klaimnya atas wilayah perairan strategis itu.

Citra satelit baru-baru ini menunjukkan Cina terus membangun fasilitas di pulau North dan Tree di pulau Paracel yang diperebutkan. Jalur perdagangan strategis yang melintasi pulau-pulau tersebut akan tetap menjadi pemicu utama perselisihan global di Laut Cina Selatan.

Belakangan, Cina diketahui tengah membangun reaktor nuklir untuk menerangi pulau reklamasi tersebut. Sekitar 20 reaktor nuklir terapung disiapkan guna mengakomodir kebutuhan di Laut Cina Selatan, terutama di kepulauan Paracel dan Spratly.

Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi biaya pengaliran listrik ke pulau reklamasi. Berdasarkan estimasi, pengadaan listrik menggunakan disel menghabiskan Rp 4.000 per kilo watt jam. Sementara, fasilitas nuklir bergerak hanya memakan biaya Rp 1.832 per kilo watt jam.

Keberadaan reklamasi dan pembangunan mobile nuclear reactor dinilai sebagai langkah Cina guna menegaskan peraiaran Laut Cina Selatan merupakan kawasan milik mereka. Tak hanya untuk menghidupi pulau, reaktor nuklir itu juga dapat berlayar untuk menghidupi palform pengeboran eksploitasi migas dan campuran air dan gas alam terkonsentrasi yang mudah terbakar (combustible ice).

Reaktor nuklir tersebut dibangun melalui kerja sama Badan Nuklir Nasional Cina (CNNC) dan China Shipbuilding Industry Corp. Dana sekitar Rp 2 triliun dihabiskan guna meriset dan mengembangkan fasilitas tersebut.

Pulau reklamasi yang tengah dibangun Cina belakangan diketahui menyertakan pendirian bangunan militer. Hal ini lantas mendapat kritik dari Amerika Serikat.

Amerika menilai hal itu dilakukan untuk mengekang pergerakan maritim yang bebas. AS kemudian mengirim kapal angkatan laut untuk melakukan patroli dikawasan itu yang membuat Cina tersinggung.

Cina lantas meminta Amerika untuk tidak ikut campur dalam masalah di Laut Cina Selatan. Mereka menyebut masalah maritim dikawasan itu merupakan persoalan regional. Cina bersedia menyelesaikan masalah secara damai melalui proses negosiasi dengan negara-negara yang terlibat langsung. Sengketa Laut Cina Selatan bukan masalah antara Cina dan Amerika Serikat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement