REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah kenaikan upah minimum provinsi dinilai masih belum cukup untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang melemah. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menjelaskan, dengan kenaikan upah sebesar 8,71 persen, upah riil hanya naik sebesar 5,00 persen.
"Seharusnya untuk mendorong daya beli, kenaikan upah minimum diatas 8,71 persen, sekitar 9,50 persen," ujar Bhima kepada Republika, Kamis (9/11).
Ia mencontohkan, seperti di Amerika Serikat ketika ekonomi lesu pasca krisis 2008, instrumen paling efektif adalah dengan menaikkan upah federal. Sementara untuk sektor tekstil, kata Bhima, bisa di bawah itu, menyesuaikan UMP sektoral.
Selain dengan menaikkan gaji, adapun upaya lain yang harus dilakukan pemerintah terkait daya beli yakni memberikan stimulus khusus bagi sektor ritel yang bertujuan mencegah PHK massal. Misalnya pemberian insentif fiskal dan diskon tarif listrik.
Pemerintah juga harus membuka lapangan pekerjaan dengan mendorong insentif bagi industri pengolahan, sekaligus menurunkan biaya produksi salah satunya utilitas listrik dan gas.
"Jumlah tenaga kerja yang terancam PHK bisa mencapai 10 ribu orang di tahun 2018," katanya.
Sebelumnya Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menilai kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun ini akan meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia. Sebab, kenaikan UMP tahun ini tidak diiringi inflasi yang tinggi sehingga dapat membuat kondisi perekonomian jadi lebih baik.
“Daya beli masyarakat adalah yang mestinya kita jaga. Jadi kalau UMP naik, daya beli bisa naik,” kata Rosan.