REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Setya Novanto berkomentar setelah ditetapkan kembali dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (KTP-el). "Kalau masalah hukum saya serahkan semuanya pada mekanisme hukum dan mudah mudahan semuanya berjalan dan saya tentu tetap menghormati apa yang sudah diputuskan," ujar Novanto kepada wartawan di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Slipi, Jakarta pada Ahad (12/11).
Ia melanjutkan, meski berstatus tersangka juga, Novanto tetap berusaha optimal menjalankan tugasnya baik sebagai pimpinan DPR maupun di kepengurusan Partai Golkar. Ia menegaskan, hal-hal yang menyangkut kasus hukumnya sudah diserahkan pada tim kuasa hukum.
Karena itu pun, ia belum memikirkan apakah akan mengajukan praperadilan kembali atas penetapan tersangka oleh lembaga antirasuah tersebut. Menurut Novanto, ia dan tim kuasa hukumnya akan terlebih dahulu mempelajari penetapan status tersangka tersebut.
"Belum, saya belum memikirkan praperadilan, surat saja baru saya terima baru saya pelajari. Apa yang menjadikan keputusan tentu yang tahu adalah penasihat hukum saya yang mengerti, makanya kenapa dilakukan kembali dengan praperadilan sudah menang tapi masih dilakukan kembali tapi semuanya sudah saya serahkan," ujar Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Begitu pun saat ditanyai terkait soal kehadiran Novanto dalam pemanggilan KPK. Sebab sebelumnya, di beberapa kali panggilan oleh KPK, Novanto selalu mampir dengan berbagai alasan.
"Kita lihat nanti, kita sedang kaji semua yang berkaitan dengan masalah masalah hukum," kata dia.
KPK kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah pimpinan dan penyidik mempelajari secara seksama putusan praperadilan yang telah diputus Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Cepi Iskandar pada (29/9).
Dari situ, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara KTP-el melalui proses penyelidikan dengan meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti yang relevan. "Pada (31/10) KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka SN. SN disangka melangar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/11).