REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengkritisi perbankan, terutama bank-bank besar, yang belum efisien dalam mengejar target perolehan laba, sehingga turut berimbas pada lambannya perbankan menurunkan bunga kredit. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Aditysawara mengatakan para pemegang saham perbankan seharusnya memberi target kepada direksi perbankan untuk mampu memangkas biaya operasional.
Dengan menurunnya biaya operasional, maka perbankan tetap dapat mengejar target laba. Dengan biaya operasional yang turun pula, perbankan tidak perlu selalu mengandalkan keuntungan dari pendapatan bunga yang dipungut dari penyaluran kredit ke masyarakat.
"Biaya dana sudah turun, nah biaya operasional juga seharusnya turun. Ini harus ditargetkan pemegang saham. Jadi laba yang sama bisa dicapai dengan biaya operasional yang turun bukan dengan (selalu) Marjin Bunga Bersih," ujarnya di Jakarta, Jumat (17/11).
Hal tersebut dikatakan Mirza mengingat masih lambannya penurunan suku bunga kredit perbankan. Menurut data BI, sejak awal 2016 hingga saat ini, atau setelah Bank Sentral menurunkan suku bunga kebijakan moneter sebesar 200 basis poin, suku bunga kredit perbankan baru turun 128 basis poin. Hal tersebut membuat rata-rata suku bunga kredit industri perbankan masih bertengger di dua digit.
Selain bank yang kurang efisien, Mirza menambahkan, potensi kenaikan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) memang masih membuat bank "was-was" untuk ekspansi menyalurkan kredit.
Hingga kuartal III 2017 atau September 2017, pertumbuhan kredit bank masih lamban yakni 7,8 persen (year on year.yoy), berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengingat realisasi pertumbuhan kredit yang masih lamban, BI pun akhirnya menurunkan proyeksi pertumbuhan kredit menjadi delapan persen (yoy) atau di rentang bawah dari sebelumnya di rentang atas dari target pertumbuhan kredit 8-10 persen.
Meskipun pertumbuhan kredit industri perbankan tersendat, ternyata laba perbankan terus bertumbuh. Hal ini mengindikasikan fungsi intermediasi bank yang stagnan. Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) meraup pertumbuhan laba bersih 11,3 persen menjadi Rp16,8 triliun dari Rp 15,1 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit BCA masih lumayan di level 13 persen.
PT Bank Mandiri Persero Tbk mencatatkan laba bersih sebesar Rp15,07 triliun, atau tumbuh meroket 25,4 persen. Namun, pertumbuhan penyaluran kredit Mandiri sebesar 9,8 persen di kuartal III 2017.