Kamis 23 Nov 2017 09:26 WIB

VAAC Australia Pantau Gunung Agung 24 Jam

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali akhirnya meletus. Puncak tertinggi di Pulau Dewata itu mengeluarkan asap hitam pada Selasa (21/11) sore, pukul 17.35 WITA dalam kondisi level siaga atau level tiga.
Foto: dok. PVMBG
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali akhirnya meletus. Puncak tertinggi di Pulau Dewata itu mengeluarkan asap hitam pada Selasa (21/11) sore, pukul 17.35 WITA dalam kondisi level siaga atau level tiga.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pusat Informasi Semburan Abu Vulkanik (VAAC) Australia ikut serta memantau perkembangan aktivitas Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali selama 24 jam. Lembaga yang berkedudukan di Melbourne ini merupakan satu dari sembilan pusat informasi yang dibentuk oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang bertugas memantau letusan dan pancaran abu vulkanik lebih dari 160 gunung berapi aktif yang pernah meletus dalam 10 ribu tahun terakhir.

Manajer Layanan Penerbangan VAAC, Emile Jansons mengatakan retakan batu dan pergerakan magma ke permukaan Gunung Agung menyebabkan timbulnya gempa vulkanik dalam. Ribuan orang sampai saat ini masih berada di pengungsian. "Potensi letusannya bisa sangat eksplosif, bisa juga erupsinya lemah dan berlangsung sama, namun ini lama kelamaan akan berhenti," kata Jansons, dilansir dari Sydney Morning Herald, Kamis (23/11).

VAAC Australia memantau serangkaian gunung berapi mulai dari India bagian selatan, beberapa bagian Filipina dan Pasifik Barat Daya, serta seluruh Indonesia yang dikenal sebagai Negara Cincin Api. Jansons mengatakan teknologi satelit dikombinasikan dengan ilmu meteorologi dan ilmu pengetahuan lainnya saat ini jauh lebih baik dibanding masa lalu.

Abu vulkanik tentu saja membahayakan dunia penerbangan karena bisa merusak pesawat, bangunan, memengaruhi arus lava, dan memicu longsor, serta bahaya lainnya. Jika sebuah pesawat melintas di atas gunung berapi yang sedang meletus, maka berdampak serius pada mesin.

Abu vulkanik akan menempel pada komponen turbin dan menyebabkan percikan api, sehingga mesin pesawat berhenti bekerja. Kaca depan pesawat terbang juga bisa terkikis oleh abu, demikian juga lapisan udara di dalamnya.

VAAC Australia mengeluarkan lebih dari 3.000 catatan tentang gunung berapi di sejumlah negara. Selain Gunung Agung, ada beberapa gunung berapi lainnya yang tengah diawasi karena berpotensi meletus.

Tim Tanggap Darurat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) baru saja melakukan sampling abu letusan Gunung Agung untuk dianalisis lebih lanjut. Kepala Subbidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana mengatakan pihaknya terus merekam aktivitas kegempaan gunung setinggi 3.142 meter tersebut.

Pengamatan hari ini, mulai pukul 00.00 hingga 06.00 WITA merekam tiga kali gempa vulkanik dangkal dengan durasi 7tujuh hingga 14 detik, dan dua kali gempa vulkanik dalam dengan durasi tujuh hingga 15 detik. Angin masih bertiup lemah ke timur. "Tim yang turun ke lapangan sudah menemukan abu, tapi intensitasnya masih tipis. Jadi, kondisinya saat ini tetap tenang dan ikuti rekomendasi PVMBG," kata Devy.

Gunung suci umat Hindu Bali ini mengeluarkan asap hitam cukup tebal setinggi 700 meter setelah letusan freatik terjadi Selasa (21/11) sore. Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang ada di dalam kawah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement