Kamis 23 Nov 2017 13:21 WIB

Kasus KDRT di Kabupaten Sleman Masih Tinggi

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nur Aini
Ilustrasi KDRT
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi KDRT

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih relatif tinggi di Kabupaten Sleman. Laporan KDRT melebihi 200 kasus.

"Data korban kekerasan di UPT P2TP2A Kabupaten Sleman per Oktober 2017 mencapai 369 kasus korban yang terbagi 223 kasus korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 146 kasus non-KDRT," kata Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Puji Lestari saat Sarasehan Peringatan Hari Ibu ke-89 Kabupaten Sleman di Aula Kantor P3P2KB, Sleman, Kamis (23/11).

Ia menilai, angka itu menujukkan masih tingginya tingkat kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak di Kabupaten Sleman. Karenanya, Puji menekankan kalau sarasehan seperti yang digelar ini sangat penting. Tujuannya, kata Puji, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat luas tentang adiministrasi kependudukan dalam legalitas pencatatan perkawinan dan kelahiran. Hal itu termasuk, untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya akte kelahiran.

Selain itu, sarasehan untuk meningkatkan peran laki-laki secara kolaboratif dan bersinergi dalam memberikan perlindungan perempuan dan anak. Hal itu dinilai bisa mengurangi angka kekerasan baik KDRT maupun non-KDRT.

Puji turut menambahkan hasil survei prevalensi perempuan korban KDRT, kerja sama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY dan Yayasan Rifka Anisa menunjukkan, 1 dari 5 perempuan berusia 18-49 tahun pernah mengalami KDRT.

Di samping itu, masih ditemui perkawinan tidak tercatat, di bawah umur, dan permasalahan-permasalahan lain. Hal itu ada di tengah permasalahan seperti masih rendahnya kepemilikan akte kelahiran yang baru tercapai 79 persen.

"Dengan melihat masalah-masalah tersebut di atas perlu langkah strategis upaya-upaya pencegahan melalui kegiatan sarasehan seperti yang dilakukan pada hari ini," kata Puji.

Sarasehan diikuti 100 peserta terdiri dari Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Gabungan Organiasai Wanita (GOW), Dharma Wanita Persatuan (DWP). Ada pula Persit Candra Kirana, Bhayangkari, Desa Prima, dan Industri Rumahan.

Muhammad Saeroni dari Yayasan Rifka Anisa menyampaikan, dalam kehidupan berumah tangga sikap dan perilaku laki-laki terkadang superior. Hal itu termasuk merendahkan, mengontrol, dan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

"Laki-laki harus menjadi bagian dari solusi dan bukan sebagai masalah, agar dapat menyejahterakan keluarga dan perempuan," kata Saeroni.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement