REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kegiatan Reuni 212, jutaan masyarakat berkumpul di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan umat agar terjaganya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat dari berbagai daerah seluruh Indonesia merelakan waktu juga materinya dalam rangka membela agamanya. Terbukti dengan penuh sesaknya seluruh sudut Monas pada acara Aksi Bela Islam 212, Reuni 212, 411, ataupun acara serupa.
Persatuan umat dalan kesempatan tersebut memang sangat mengagumkan. Tapi, ternyata bukan hanya itu saja yang membuat kagum. Di balik jutaan umat yang memenuhi Monas, ada juga yang selalu siap siaga menolong umat. Yang tentu membuat kita bertanya-tanya siapa yang menggerakkan mereka.
Selintas yang terpikir pasti adalah polisi ataupun Satpol PP, namun bukan, adalah mereka para tim kesehatan. Jarang ada yang sadar akan pentingnya sosok mereka, jika kita membutuhkan pertolongan medis, merekalah yang pasti akan membantu secara sigap.
Ketua Tim Kesehatan Reuni 212 Dr Soleh Assegaf, mengatakan, acara yang diselenggarakan pada Sabtu (2/12) ini juga melibatkan ratusan tim kesehatan dari berbagaimacam lembaga kemanusiaan yang ada di Indonesia. Jumlahnya tidak sedikit, menurut dia, pada acara kegiatan tersebut, setidaknya ada 400 orang tim kesehatan yang terdaftar, mengawal jalannya aksi damai tersebut.
Mereka tersebar di setiap sudut Monas, dan di luar area Monas. Di area yang terdapat masaa, di situ terdapat posko kesehatan yang ditugaskan, jumlah posko itu sendiri sedikitnya ada 30 titik.
Para tim kesehatan sama sekali tidak diberi gaji, semua dengan ikhlas dan sukarela untuk membantu dan mengawal jalannya aksi-aksi kesatuan umat. "Ini tenaga yang tidak dibayar, tim kesehatan tidak ada honornya," kata Soleh.
Tim kesehatan "tanpa tanda jasa" ini berpegang pada ketetapan syariat. Tidak menunggu sesuatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi, kendati begitu, mereka tetap siap siaga mengawal umat dari sisi medis.
Seluruh penyakit, instrumennya memang Allah SWT yang mendatangkan, tapi Allah juga yang memberi izin untuk menyembuhkan, tim kesehatan yang bertugas membagi ilmunya dengan ikhlas, apa yang mereka tahu kemudian diterapkan dengan membantu umat. Kurang lebih begitu yang menjadi pegangan tim kesehatan.
Penyakit ringan yang biasanya ditangani oleh tim kesehatan dalam acara serupa, adalah mulai dari peserta yang keletihan, pusing, masuk angin, dan sebagainya. Tak jarang penyakit skala berat juga ditangani, seperti penyakit jantung yang terkadang dalam beberapa acara ada masyarakat yang kambuh.
Penangannnya pertolongan pertama yang dilakukan, jika terjadi suatu hal yang parah, maka mobil-mobil ambulan yang juga siap siaga akan membawa pasien menerobos ramainya kawasan Monas untuk menuju rumah sakit terdekat. Para herbalis dari tim kesehatan Reuni 212 juga ikut berpartisipasi dengan membuka posko kesehatan dan membuka pelayanan bekam, refleksi, akupuntur, totok, dan pijat.
Posko yang dibuka oleh para herbalis tim kesehatan dari Relawan Bekam Indonesia (RBI) sebanyak tiga unit. Peserta Reuni 212 tak dikenakan biaya sedikitpun untuk menikmati fasilitas ini, alias gratis.
Sebanyak tiga posko dibuka, yang terletak di posko kehatan VIP dekat panggung utama, di lapangan IRTI dan di dekat patung kuda. Relawan yang diturunkan sebanyak 30 orang dari setiap perwakilan daerah seluruh Indonesia diantaranya, Bandung, Depok, Makassar.
Salah satu tim kesehatan dari lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) juga turut serta dalam acara Reuni 212. Lembaga kesehatan ini merupakan salah satu tim kesehatan yang selalu ikut dalam setiap kegiatan serupa.
MER-C menyediakan obat-obatan dan kebutuhan lain yang diperlukan, dua ambulan juga dipersiapkan jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Pada kegiatan Reuni 212 kemarin MER-C menerjunkan 23 relawan, yang terdiri dari tujuh dokter dan lainnya perawat. Dengan posko dipusatkan di patung kuda Lapangan Monas.
Presidium MER-C, dr Arief Rachman yang juga menjabat sebagai Sekjen Komite Medis GNPF-Ulama menjelaskan, banyak orang yang memiliki penilaian tentang para peserta aksi-aksi yang disebut oleh mereka sebagai "pasukan nasi bungkus". Menurut Arief, hal itu tidaklah demikian.
Para peserta aksi bersatu memperjuangkan satu tujuan yakni keadilan. Selain itu juga persatuan umat yang tentu bisa membuat kesatuan Indonesia akan terus terjaga. Berangkat dari hal itu, para tim kesehatan juga tergerak hatinya untuk ikut mengawal dengan keahliannya, tanpa memikirkan honor semua dijalankan dengan ikhlas.
Tidak hanya menolong para peserta aksi, tim kesehatan juga menolong setiap masyarakat yang membutuhkan pertolongan atas dasar kemanusiaan. Hal tersebut terbukti dari kejadian di salah satu aksi.
Ketika itu aksi damai dilakukan di depan Polda Metro Jaya, seorang warga tertabrak Bus Transjakarta. Dengan sigap, tim kesehatan langsung memberikan pertolongan pertama kemudian membawanya dengan ambulan menuju Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Penanganan dan biaya si pasien di rumah sakit tersebut dibantu oleh tim kesehatan. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ia mengalami pendarahan di dalam kepalanya. Si pasien kemudian dibawa lagi ke Rumah Sakit PON tempat BPJS-nya terdaftar.
Tetapi terdapat masalah, nama di KTP dan BPJS-nya tidak sesuai. Kemudian dari tim kesehatan, juga Laskar FPI bergerak mengurusnya, ada yang pergi ke BPJS, Transjakarta, dan Jasa Raharja. Pada akhirnya urusan selesai sehingga pasien bisa menjalankan prosedurnya dengan semestinya yang kemudian dilakukan perawatan.
Di Reuni 212 lalu, Arief menjelaskan, banyak peserta yang mengalami masalah karena kepanasan, kurang minum, sehingga membuatnya pingsan. Tentu tim medis sudah siap dengan obat-obatan serta peralatan yang tentu dipersiapkan juga untuk penyakit atau masalah yang lain.
Banyak juga peserta yang mengalami keletihan, dan pegal-pegal, dalam hal ini yang berperan adalah herbalis juga terapis dari tim kesehatan yang melayaninya dengan pijat secara gratis.
Arief membenarkan, bahwa seluruh tim medis tidak diberi honor ataupun gaji. Semua bekerja dengan ikhlas, dari tim internal sendiri yang ada hanya patungan untuk sekedar membeli obat-obatan, dan kebutuhan lain.
"Uang dari mana? Walaupun internal dari tim medis yang bertugas ada sumbangan kecil-kecilan untuk membeli obat-obatan diperlukan, dokter, herbalis, terapis tak digaji, semuanya lillahi taala," kata Arief.