REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara Inggris Raya (The Great Britain) terkenal di dunia sebagai negara kolonial (penjajah). Wilayah jajahannya pun cukup banyak, dari utara hingga selatan dan dari barat hingga timur, di berbagai kawasan. Mulai dari benua Asia, Afrika, hingga Amerika Utara. Di samping menjajah, Inggris juga melancarkan misi agama ke negara jajahannya.
Namun, siapa sangka, negara yang begitu ditakuti oleh negara jajahannya, secara perlahan-lahan, justru tak mampu membendung masuknya agama Islam di wilayahnya. Negara-negara yang ditaklukkannya, di antaranya ikut pergi ke Inggris sebagai imigran dan mengajarkan Islam di negeri Ratu Elizabeth ini.
Saat ini, jumlah umat Islam di Inggris mencapai tiga juta jiwa (sekitar 2,6-3,2 persen) dari total penduduk Inggris yang mencapai 50 juta jiwa. Jumlah ini merupakan terbesar kedua setelah pemeluk agama Kristen. Jumlah ini kemungkinan akan kembali bertambah menyusul banyaknya orang Inggris yang belajar Islam.
Menurut laporan surat kabar Times, setelah peristiwa 11 September (9/11), Islam banyak mendapatkan perhatian dari kalangan warga kulit putih Inggris yang berekonomi kuat. Penisbatan peristiwa teror tersebut kepada umat Islam malah menyebabkan anak-anak muda dan para peneliti termotivasi untuk meneliti Islam.
Surat kabar Times mengisahkan, seorang anak perempuan dari sebuah keluarga Inggris yang ternama dan kaya bernama Elizabeth. Setelah mempelajari dan memahmai Islam, ia pun memeluk agama Islam di Masjid Regent Park yang terletak di pusat Kota London. Times menulis, Elizabeth bukanlah pengecualian dalam hal ini, karena tidak hanya di Inggris, namun di seluruh Eropa dan Amerika, terlihat kecenderungan serupa terhadap Islam. Islam bukanlah sesuatu yang garang seperti dituduhkan selama ini. Islam justru menunjukkan wajah aslinya yang santun, toleran, dan menghargai setiap perbedaan.
Masuknya Islam
Mengenai masuknya Islam ke Inggris, sejumlah pihak berbeda pendapat mengenai awal mula masuknya Islam di Inggris. Namun, sebagian besar menyebutkan, masuknya agama Islam ke negeri tersebut sekitar akhir abad 18 M dan awal abad 19 M. Mereka dibawa oleh imigran dari Asia Selatan, seperti Pakistan, Bangladesh, dan India. Para imigran Muslim ini merupakan komunitas masyarakat terbesar di Inggris. Jumlahnya bahkan mencapai terbesar ketiga di Eropa setelah Prancis dan Jerman.
Para imigran Muslim ini adalah para kelasi yang direkrut oleh East India Company (Perusahaan India Timur). Usai pembukaan Terusan Suez tahun 1869 seiring makin meluasnya ekspansi kolonial Inggris, arus imigran pun kian meningkat ke negara tersebut. Mereka kemudian membentuk komunitas kecil dan permukiman di kota pelabuhan seperti Cardiff, South Shields (dekat Newcastle), Liverpool, dan juga di ibu kota, London. Secara perlahan, mereka mengajar Islam kepada penduduk setempat.
Sementara itu, komunitas Muslim asal Afrika Barat muncul di Liverpool dan tumbuh pesat sejak abad 19. Kegiatan komunitas Muslim ini menarik perhatian warga Inggris. Misalnya, sewaktu seorang Muslim keturunan bangsawan bernama Abdullah (Henry William) tahun 1901 memelopori pembangunan masjid. Bahkan, sebelumnya masjid di Woking-London berdiri berkat upaya sebuah kelompok elite Muslim di sana. Masjid tersebut selalu penuh dengan kegiatan agama dan menjadi pusat dakwah para penerjemah Alquran terkenal, seperti Marmaduke Pickthall dan Abdullah Yusuf Ali. Masjid tersebut juga kondang lantaran hubungan eratnya dengan gerakan Ahmadiyah cabang Lahore.
Sebuah rencana besar bagi pembangunan sebuah masjid pusat di London, mendapat dukungan penuh Raja George IV tahun 1944. Ini merupakan respons atas pembangunan masjid agung di Paris, Prancis, tahun 1930-an. Tak hanya itu, raja juga menghibahkan sebidang tanah yang terletak di Taman Regent, pusat Kota London, sebagai balas jasa pada pemerintah Mesir yang telah menyediakan lahan untuk pembangunan Katedral Anglikan di Kairo.
Berbagai peristiwa seperti pecahnya perang dunia II dan masalah di semenanjung India, mengakibatkan tertundanya pembangunan masjid tersebut sampai tahun 1970-an. Pembangunan baru dapat terlaksana sekitar enam tahun kemudian dan diresmikan pada 1977. Masjid baru ini diberi nama Masjid Pusat London lengkap dengan fasilitas Islamic Cultural Center-nya. Dan, sampai saat ini, di daratan Inggris terdapat sebanyak 136 buah bangunan masjid. Tiap tahun jumlah ini terus mengalami peningkatan.
Dapat dipahami, meningkatnya jumlah tempat peribadatan tersebut mencerminkan pula makin bertambahnya angka umat Muslim di Inggris. Apalagi, setelah ada kebijakan penyatuan kembali keluarga imigran yang berlaku sejak tahun 1960-an.
Imigran asal Pakistan dan Bangladesh tercatat merupakan komunitas Muslim terbesar. Jumlah mereka di tahun 1961, baru sekitar 25 ribu. Namun, 10 tahun kemudian, angkanya telah menjadi 170 ribu. Sedangkan pada sensus penduduk tahun 1981, jumlah imigran kedua negara ini telah mencapai 360 ribu, sebanyak 135 ribu di antaranya kelahiran Inggris. Pada 1991, jumlahnya meningkat sekitar 636 ribu jiwa.
Konsentrasi terbesar permukiman komunitas Muslim umumnya berada di kota-kota besar. Hampir separuh kaum Muslim Inggris tinggal di Kota London dan sekitarnya. Adapun sisanya memilih menetap di West Midlands, Yorkshire, serta wilayah sekitar Kota Manchester.
Pola distribusi permukiman kaum Muslim tidak merata secara etnis maupun geografis. Namun, pada beberapa tempat, ditemui adanya konsentrasi tertentu imigran dari satu negara. Misalnya, imigran Muslim asal India tinggal di West Midlands; imigran Arab dan Iran menetap di Kota Cardiff, Liverpool, dan Birmingham; para imigran Turki-Siprus ada di kawasan timur London; dan imigran asal Pakistan-Bangladesh banyak menetap di Bradford.