REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Anggota Komisi I DPRD Kota Tangerang, Deden Fauzi mengatakan pengakuan kepemilikan lahan Kampung Palem Nuri (Kampung Bawah) Kelurahan Panunggangan Barat tak jelas. Pasalnya, kata dia, tanah tersebut dulunya adalah tanah rawa dan warga lebih dulu menempati lahan tersebut.
"Lebih dulu masyarakat ketimbang palem semi di situ," ujar dia pada Republika.co.id, Ahad (10/12).
Deden mengatakan, ketidakjelasan SPH (Surat Pengakuan Hak) yang diberikan PT Palem Semi oleh Pemerintah Kota Tangerang (Pemkot) hanya didasari Girik dan tidak disertai dengan sertifikat kepemilikan tanah.
Oleh karena itu, kata dia, warga mempertanyakan hal tersebut, sertifikat kepemilikan tanah tidak dimiliki oleh PT Palem Semi, tapi justru memberikan SPH dengan dasar Girik ke Pemkot Tangerang.
"Yang saya persoalkan itu lahirnya SPH itu berasal dari Girik, nah itu kemudian yang dipertanyakan, giriknya yang mana? atas nama siapa saja, transaksinya kapan, saksinya siapa aja?," jelas dia.
Masyarakat yang sudah menetap selama hampir 30 tahun, lanjut Deden, merasa memiliki tanah tersebut karena memang tanah tersebut adalah lahan kosong. Sehingga, lanjut dia, pertanyaan dari mana PT Palem Semi mengaku-ngaku tanah yang dulunya rawa dan ditempati warga hampir 30 tahun tiba-tiba menjadi tanah milik PT Palem Semi.
Sebelumnya, penggusuran terjadi di Kampung Palem Nuri pada Rabu (6/12) lalu. Pemerintah Kota Tangerang memberikan surat perintah penggusuran dengan dasar surat permohonan floating tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang.
Lurah Panunggangan Barat, Ahyar Herudin mengatakan, penyerahan SPH dari PT Palem Semi sudah diberikan ke Pemkot Tangerang dengan dasar tanah tersebut merupakan tanah Fasos Fasum (Fasilitas Sosial Fasilitas Umum) yang akan dibangun Puskesmas dan Sekolah Menengah Pertama di lahan seluas 1,4 hektar tersebut.