REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi mengenai kualitas udara di Indonesia masih rendah. Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, perlu dibuat informasi udara yang realtime. "Jadi ada website untuk melihat bagaimana kualitas udara. Sayangnya di website itu tidak realtime. Jadi harus tunggu 24 jam. Akan sangat berguna kalau itu realtime," kata Bondan, pada acara Gerak Bersihkan Udara, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/12).
Saat ini, di Jakarta telah memiliki lima stasiun pantau udara yaitu di Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk. Secara umum pencemaran udara di stasiun pantau tersebut membaik. Namun, di wilayah Jagakarsa masih mengalami peningkatan pencemaran.
Walaupun demikian, menurut Bondan baiknya kualitas udara yang dipantau lima stasiun tersebut masih perlu dipertanyakan. Hal ini terkait perbedaan standar baku mutu yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan WHO.
"Jadi wajar ketika dibilang kita tidak melebihi batas karena standarnya jauh dari standar WHO. Bayangkan kalau atlet Asian Games datang ke Indonesia dengan harapan standar udaranya menyerupai WHO sementara kita masih menggunakan standar yang di atas," tutur Bondan.
Untuk diketahui, baku mutu yang dimaksud misalnya adalah parameter tingkat pencemaran NO2 dari Peraturan Pemerintah no 41 tahun 1999 sebesar 100 mikrogram permeter kubik. Sementara itu, berdasarkan revisi yang sedang digodok hanya menjadi 90 mikrogram permeter kubik. Sedangkan standar WHO adalah 40 mikorgram permeter kubik. "Di stasiun pantaunya memang kelihatan bagus. Padahal itu karena standarnya yang ketinggian," tambah dia.