REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Iklan satu halaman penuh di surat kabar Washington Post pada 31 Desember menyebut penyanyi Lorde sebagai seorang 'fanatik'. Tepatnya, ia dideskripsikan dalam kalimat "Usia 21 tahun terlalu muda untuk menjadi bigot (fanatik)".
Hampir setengah halaman dari keseluruhan iklan menampilkan foto hitam-putih Lorde dalam ekspresi waspada berlatar bendera Israel pada sisi kanan. Sementara, sisi kiri figur bernama asli Ella Marija Lani Yelich-O'Connor itu digabungkan dengan foto kontras suasana perang yang mencekam.
Sisa tubuh iklan ditampilkan serupa format berita, meski ukurannya terlalu masif untuk satu berita normal di surat kabar. Iklan kontroversial tersebut dipasang oleh pendeta Yahudi asal Amerika bernama Shmuley Boteach, sepekan setelah Lorde membatalkan konser di Israel.
Secara garis besar, isi iklan mengkritisi sikap Lorde yang dinilai 'ikut-ikutan' terlibat dalam boikot global terhadap Israel. Penyanyi asal Selandia Baru itu dianggap melakukan penghakiman terhadap Israel tanpa memahami pokok permasalahan.
Iklan juga menyayangkan Lorde tidak konsisten karena masih berkenan naik panggung di Rusia yang notabene dianggap campur tangan dalam genosida di Suriah. Pernyataan sikap Boteach itu dirangkum dalam judul "Lorde dan Selandia Baru Mengabaikan Suriah tetapi Menyerang Israel".
Desember 2017 silam, Lorde resmi membatalkan rencana konsernya di Tel Aviv pada Juni 2018 sebagai bentuk protes atas perlakuan Israel terhadap Palestina. Ia mengikuti aksi "Boikot, Divestasi, Sanksi" yang juga dilakukan banyak pelaku seni dan aktivis kemanusiaan.
"Saya telah banyak berdiskusi dengan orang-orang dengan berbagai pandangan, dan menurut saya keputusan yang tepat saat ini adalah membatalkan pertunjukan," ujar Lorde saat mengumumkan keputusannya, dikutip dari laman The Guardian.