REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 222 UU Pemilu mengenai ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Threshold), menunjukan hilangnya kewarasan MK. Muzani mengatakan, bagaimana mungkin hasil Pemilu yang sudah digunakan untuk Pilpres 2014 kembali digunakan untuk Pilpres 2019.
"Dalam hal pencalonan presiden, Pasal 222, MK seperti kehilangan keseimbangan, kehilangan kewarasan," ujarnya, Kamis (11/1).
Sebab, menurut Muzani, bagaimana mungkin konsep di pemilihan presiden dan wakil presiden yang telah dilakukan pada 2014 lalu itu digunakan kembali pada pemilihan umum (pemilu) yang akan dilaksanakan pada 2019 mendatang. "Bagaimana mungkin Pemilu yang kita laksanakan pada 2014 untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden digunakan di Pemilu 2019 dan hal itu akan digunakan kembali untuk hal yang sama," katanya.
MK, menurut Muzani, juga telah kehilangan rasionalitas, kesetaraan, dan kewarasan. "MK mengatakan pasal ini tidak kehilangan relevansi karena ini adalah Undang-undang baru yang dihasilkan DPR periode 2014 dan disahkan 2017. Kalau itu tidak ada debat sama sekali," tutur dia.
Seperti diketahui, MK melalui putusan yang dibacakan pada 11 Januari 2018 menolak pengujian Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Threshold) yang dianggap para pemohon bertentangan dengan UUD 45.
Putusan tersebut berarti bahwa hanya partai atau gabungan partai yang dalam pemilu DPR lima tahun sebelumnya, yakni Pemilu 2014, yang dapat mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden, dengan jumlah kursi DPR minimum 20 persen atau perolehan suara sah secara nasional minimal 25 persen.
Sedangkan yang tidak memenuhi ambang batas itu tidak boleh mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. MK tetap berpendirian bahwa soal ambang batas itu adalah kewenangan pembentuk UU yakni Presiden dan DPR.
Menurut MK, ambang batas juga tidak bertentangan dengan UUD 45. Walau Pemilu dimulai pada 2019 yang dilaksanakan serentak, MK berpendapat hasil Pemilu DPR lima tahun sebelumnya tetap valid dan tidak basi untuk dijadikan patokan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden lima tahun ke depan.