REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Donald Trump pada Kamis mempertanyakan mengapa Amerika Serikat mau menampung pendatang dari Haiti dan negara Afrika, yang disebutnya "negara lubang kotoran". Demikian kata dua sumber, yang mengetahui pernyataan tersebut.
Pernyataan itu, yang dilontarkannya di Gedung Putih, muncul saat Senator Partai Demokrat Dick Durbin dan Senator Partai Republik Lindsey Graham memberikan penjelasan kepadanya mengenai rancangan undang-undang imigrasi, yang baru dirancang sekelompok senator kedua partai tersebut. Demikian kata sumber itu yang meminta tidak disebutkan namanya.
''Pejabat pemerintah lain hadir dalam percakapan tersebut,'' kata sumber itu.
Anggota parlemen menjabarkan program imigrasi tertentu berjalan, termasuk yang memberi tempat aman di AS kepada orang dari negara korban bencana alam atau pertikaian warga. Salah satu sumber mengatakan bahwa Trump berkata, "Mengapa kita menginginkan semua orang dari Afrika ke sini? Negara tersebut adalah negara lubang kotoran. Kita seharusnya memiliki lebih banyak orang dari Norwegia."
Sumber kedua mengatakan bahwa Trump juga mempertanyakan kepentingan warga Haiti di AS. Banyak anggota parlemen Partai Demokrat dan beberapa anggota parlemen dari Partai Republik mengecam Trump atas ucapannya.
Perwakilan Partai Republik AS, Mia Love, putri dari imigran Haiti, mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak baik, memecah belah, elitis, dan menentang nilai-nilai bangsa. Ia meminta Trump untuk meminta maaf kepada orang-orang Amerika dan negara-negara yang direndahkannya.
Perwakilan dari Partai Republika lainnya, Ileana Ros-Lehtinen, yang lahir di Kuba dan di mana distrik selatan Florida terdapat banyak imigran Haiti, mengatakan bahwa bahasa seperti itu seharusnya tidak terdengar di ruang ganti dan seharusnya tidak terdengar di Gedung Putih.
Senator Demokrat Richard Blumenthal, pengulas yang sering mengkritik Trump, mengatakan bahwa pernyataan presiden tersebut bernada rasisme terang-terangan, yang paling menjijikkan dan berbahaya, yang menyamar sebagai kebijakan imigrasi.