Selasa 16 Jan 2018 14:05 WIB

ICW: Mahar Politik Pilkada Seperti Fenomena Gunung Es

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Andri Saubani
Koordinator Korupsi ICW (kiri) Donal Fariz, Peneliti Divisi Politik ICW Almas Sjahfrina (tengah), dan Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil (kanan) memberikan paparan terkait Mahar Politik di kantor ICW, Selasa (16/1).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Koordinator Korupsi ICW (kiri) Donal Fariz, Peneliti Divisi Politik ICW Almas Sjahfrina (tengah), dan Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil (kanan) memberikan paparan terkait Mahar Politik di kantor ICW, Selasa (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Koordinator Korupsi Politik ICW Donal Fariz mengatakan, mahar politik yang ada di Indonesia bisa diibaratkan seperti fenomena gunung es. Meski jumlahnya tak seberapa tapi dampak dari mahar ini akan besar, khususnya pada permasalah anggaran baik di pusat maupun di tingkat daerah.

Permasalahan mahar politik yang saat ini sudah diatur melalui Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada (Pemlihan Kepala Daerah) dan UU Nomor 7 tahun 2017 yang melarang adanya penerimaan imbalan, tetap tidak bisa diungkap sedikitpun. Padahal, mahar politik ini sudah bukan barang yang bisa disembunyikan. Sebab, banyak pihak terutama dari para calon yang ingin maju Pilkada melalui partai politik.

"Kenapa mahar poltiik ini susah diungkap, karena mahar politik ini bentuk simbiosis mutulaisme antara partai dengan kandidat yang diusung," kata Donal dalam diskusi di kantor ICW, Selasa (16/1).

Orang yang diusung dan telah memberikan mahar sebagai jalan untuk maju dalam pilkada tidak akan mau membongkar jenis dan jumlah mahar yang disyaratkan partai politik (parpol). Hanya mereka yang kecewa dan sakit hati saja yang berani walaupun agak takut dalam membeberkan persoalan mahar tersebut.