REPUBLIKA.CO.ID, DELHI -- Sejumlah demonstran di India membakar ban dan merusak toko-toko dalam aksi unjuk rasa menentang penayangan perdana film Padmavati yang kontroversial, pada Kamis (25/1). Kerusuhan ini membuat para pemilik bioskop di beberapa negara bagian mempertimbangkan rencana pemutaran film tersebut.
Para kritikus menuduh sutradara Sanjay Leela Bhansali mendistorsi sejarah dengan menggambarkan seorang pemimpin Muslim sebagai 'kekasih' dari Ratu Padmavati, pemimpin klan prajurit Rajput. Namun Bhansali membantah tuduhan tersebut.
Televisi lokal menyiarkan gambar toko-toko yang diserang oleh demonstran di Negara Bagian Rajasthan. Orang-orang juga terlihat melambaikan pedang dan membakar ban di Negara Bagian Bihar.
"Jika Anda memberikan kebebasan kepada para penulis, kebebasan berekspresi, kami juga memiliki kebebasan untuk melakukan demonstrasi," ujar Lokendra Singh Kalvi, pemimpin lembaga konservatif Shri Rajput Karni Sena, di garis depan demonstrasi.
Film India yang menyentuh hubungan historis Hindu, yang merupakan agama mayoritas di negara tersebut, dengan para pemimpin Muslim seringkali berujung kontroversial
Sarwa Kshatriya Mahasabha, pemimpin kelompok Rajput di Raipur, ibu kota Negara Bagian Chhattisgarh, menjadi salah satu dari 30 orang yang ditangkap polisi pada Rabu (24/1). Mereka kemudian dilepaskan setelah melakukan demonstrasi di luar sebuah bioskop.
"Kami melakukan penyebaran menyeluruh di semua tempat. Kami merasa pemutaran film akan berlangsung dengan damai," kata Amresh Mishra, inspektur polisi di Raipur.
Film Padmavati yang berdurasi 163 menit ini mengisahkan tentang seorang pemimpin Muslim, Alauddin Khilji. Ia bertarungan dengan raja Rajput Chittor untuk memperebutkan istri raja, Rani Padmavati.
Pembuat film telah berulang kali mengatakan film tersebut terinspirasi dari sebuah puisi terkenal dengan judul yang sama. Namun alasan ini tetap gagal meredakan kemarahan kelompok Karni Sena.
Mahkamah Agung India pekan lalu telah membuka jalan bagi penayangan film tersebut, dan memblokir pemerintah negara bagian untuk menerapkan larangan terhadap pemutarannya. Ketakutan akan kerusuhan membuat film itu belum ditayangkan di sejumlah tempat, mulai dari Negara Bagian Gujarat hingga Madhya Pradesh dan Rajasthan, yang biasanya merupakan pasar besar bagi industri film India.
"Ini adalah kerugian besar bagi kami, karena ini adalah film besar yang ingin kami tunjukan di bioskop kami, tapi belum ada dukungan dari pemerintah daerah," tutur Sandeep Jain, yang memiliki tujuh bioskop di Madhya Pradesh.