REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wali Kota Mataram Ahyar Abduh mengaku tidak menyangka aksinya memukul dan menendang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram saat pelantikan Kepala Satpol PP Kota Mataram Bayu Pancapati beberapa waktu lalu menuai kontroversi, terutama di media sosial (medsos). Ia pun tidak mau memusingkan jika aksinya tersebut kemudian dipolitisir.
"Di medsos, saya juga kaget kok bisa seperti ini sehingga multitafsir, apa-apaan kok wali kota sewenang-wenang kepada bawahan. Lillahi taala, tidak ada seperti itu," ujar Ahyar saat jumpa pers di Pendopo Wali Kota Mataram, NTB, Jumat (26/1).
Ahyar menegaskan, aksinya itu sebatas atraksi atas permintaan Kepala Satpol PP Kota Mataram Bayu Pancapati.
"Kan semua tahu gaya saya, tidak mungkin saya mengajarkan kekerasan seperti itu," kata Ahyar.
Ahyar menyampaikan, aksinya dalam pelantikan tersebut bersifat internal dan dia tidak berpikir akan terpublikasikan hingga ke medsos. Setelah kejadian tersebut, Ahyar mengatakan telepon genggamnya menjadi banyak dihubungi. Sedikitnya terdapat 820 pesan singkat dan ribuan pesan elektronik melalui aplikasi whatsapp masuk usai kejadian tersebut.
Ahyar tidak memusingkan isu ini dipolitisir. Pasalnya, ia akan maju dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTB 2018. Jikapun dikaitkan dengan pilkada, menurut Ahyar sah-sah saja karena ekskalasi politik yang sudah mulai meningkat.
Ahyar tidak percaya jika aksinya ini dijadikan kampanye hitam. Ia hanya mengambil hikmah dari adanya kejadian tersebut.
"Sebagai seorang manusia yang tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Soal kampanye hitam atau tidak, silakan warga yang menilai," lanjut Ahyar.
Ahyar juga tidak akan melaporkan siapa yang memviralkan aksinya ini karena menurut Ahyar memang seperti itulah kejadiannya.