REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk mengubah formula penghitungan tarif dasar listrik membuat pelaku industri khawatir. Hal ini dikarenakan perubahan tersebut akan berdampak pada naiknya harga jual listrik ke konsumen.
Kenaikan tarif listrik ini terutama akan sangat dirasakan di sektor hulu industri tekstil. "Di hulu yang investasinya paling tinggi, dimana memang membutuhkan energi seperti spinning, fiber, filamen dan fabric mills," ujar Wakil CEO PT Pan Brothers Anne Patricia Sutanto yang juga anggota Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) saat ditemui di Menara Kadin, Rabu (31/1).
Ia mengatakan, pada bagian hulu tersebut memerlukan listrik yang lebih tinggi dibanding bagian hilir seperti garmen. Saat ini API sedang memproses kemudahan tarif listrik bersama sektor lain.
"Tentunya untuk mengamati kebijakan ini, bagaimana caranya tidak membebani," kata dia.
API pun akan meminta pemerintah melihat bagaimana industri-industri lain di negara lain karena dampaknya adalah kompetisi di pasar global, bukan hanya persaingan domestik. Dengan kenaikan tarif listrik, tentunya berdampak pada peningkatan biaya operasional. Apalagi di tengah adanya pasar bebas.
Hal tersebut membuat API untuk segera melakukan analisa mengenai efek yang ditimbulkan akibat beban listrik tersebut. Pemerintaha memiliki kebijakan bagi industri padat karya termasuk tekstil. Bagi industri padat karya tersebut tidak dibebani kenaikan listrik.
"Atau diberi diskon lah misalnya, tapi itu ada jam-jamnya, kita akan request 24 jam untuk industri TPT," ujar dia.
Sebab, kebutuhan energi pada bagian hulu adalah 24 jam, bukan hanya di jam-jam tertentu. Sementara industri padat karya hanya di jam kerja. Dengan begitu, API berharap tambahan biaya tidak membebani kemampuan kompetisi Indonesia dengan negara lain yang memiliki sektor serupa.
Kendati demikian, pihaknya telah menyiapkan efisiensi untuk mengatasi kenaikan tarif listrik. Dalam biaya tekstil tidak semua biaya untuk energi, ada bagian lain seperti bahan baku yang perlu diberi kemudahan guna menutup beban biaya energi, termasuk pendanaan atau funding cost.
"Untuk K/L untuk memastikan bahwa beban tersebut tidak mengurangi daya saing Indonesia atau TPT di mata dunia," ujarnya.