REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta adanya evaluasi terhadap fungsi lembaga pendidikan pascapemukulan yang dilakukan murid pada guru di Madura, Jawa Timur. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, insiden yang terjadi di Madura adalah hal yang sangat memprihatinkan, karena mencederai lembaga pendidikan dimana ada seorang anak melakukan tindakan pidana pada gurunya.
"Oleh karena itu, Komnas PA melihat perlunya evaluasi terhadap fungsi lembaga pendidikan sekarabg ini karena anak-anak ini kan sebenarnya harus menjadi anak yang baik dan mempunyai akhlak yang baik dalam proses belajar-mengajar, tetapi ternyata mereka justru menjadi pelaku kejahatan itu," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (5/2).
Ia menyontohkan satuan tugas (satgas) anti kekerasan di sekolah yang tujuannya memang memberikan perlindungan atau membangun sebuah gerakan perlindungan anak yang berbasis masyarakat. Tetapi, kata dia, hal itu tidak mungkin bisa menjangkau semua murid.
"Jadi saya kira belum berfungsi dengan baik," ujarnya.
Namun, ia menyebut satgas ini bisa menjadi alat untuk membangun kesadaran masyarakat, ortu, maupun guru supaya tidak melakukan kekerasan. Jadi, kata dia, satgas diminta merangkul peran serta masyarakat dan berfungsi membangun kesadaran termasuk kesadaran anak-anak untuk punya rasa tenggang rasa, toleransi.
"Itu ditanamkan pada anak dalam usia pendidikan," ujarnya.
Di satu sisi, ia menyebutpengubahan pola asuh paling efektif yaitu di lingkungan keluarga. Ini karena selain sekolah, anak dibesarkan di keluarga. "Kalau anak ini dibesarkan dalam lingkungan yang biasa melakukan kekerasan maka dia di sekolah akan (meniru) melakukan kekerasan. Jadi jangan menanamkan kebencian dan kekerasan," ujarnya.
Artinya kalau kekerasan itu bisaditanamkan maka mau tidak mau dia melakukan tindakan yang sama disekolah. Jadi, ia menyebut pola pengasuhan yang mengedepankan kekerasan dalam keluarga harus dihentikan.