Jumat 09 Feb 2018 18:45 WIB

HNW: Putusan MK Bukan 'Karpet Merah' untuk Lemahkan KPK

HNW menilai, putusan MK bukan peluang besar bagi DPR untuk melemahkan KPK.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW).
Foto: MPR RI
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menilai, putusan Mahkamah Konstitusi soal KPK bukan membuat DPR berpeluang besar untuk melemahkan KPK. Hal ini diungkapkan menyusul putusan MK yang menegaskan KPK bagian dari eksekutif dan objek hak angket DPR.

"Menjadi penting untuk juga kemudian diingatkan lagi bahwa putusan MK itu bukan karpet merah bagi DPR untuk kemudian melakukan apa saja terhadap KPK, termasuk melemahkan melalui angketnya," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (9/2).

Menurut Hidayat, adanya putusan MK menegaskan keterbukaan DPR menjalankan pengawasannya melalui hak angket DPR. Namun ia mengingatkan jika dibentuknya hak angket tidak berbasis dasar yang kuat, tentu akan dikritisi masyarakat. "Kalau DPR membuat hak angketnya asal-asalan misalnya atau tak berbasis bukti, atau hanya karena politisasi misalnya, rakyat kan bisa memberi kritik juga pada DPR," kata Hidayat.

Terlebih pada Pansus Angket terhadap KPK yang saat ini bergulir, Hidayat mengatakan sudah ada komitmen tidak untuk memperlemah KPK. Selain itu, Pansus juga memastikan akan mengakhiri kerja pada masa persidangan ini.

"Apalagi sekarang kan pihak pansus sendiri sudah akan mengakhiri masa kerjanya dan saya berharap itu menjadi satu pelajaran yang sangat penting untuk bagaimana ke depannya KPK dan DPR untuk melakukan prinsip saling mengawasi saling menghadirkan yang transparan dan kemudian semuanya bisa melaksanakan perundangan yang terkait dengan masing-masing lembaga," ujar Wakil Ketua MPR tersebut.

Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 179 ayat 3 Undang-Undang (UU) No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terkait Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun terdapat pandangan berbeda dari empat Hakim Konstitusi.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon," ujar Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi mengatakan, KPK dibentuk untuk menjalani tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Tugas yang sebenarnya merupakan kewenangan kepolisian atau kejaksaan.

"Dasar pembentukan KPK adalah belum maksimalnya kepolisian atau kejaksaan dan mengalami public distrust dalam memberantas korupsi," kata Hakim Konstitusi Manahan Malontige Pardamean Sitompul.

Dalam konstruksi demikian, lanjut dia, tugas dan fungsi ketiganya berada di ranah eksekutif. KPK menurut hakim konstitusi, termasuk ke dalam lembaga eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif, yaitu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Karena itu, KPK dapat menjadi objek hak angket DPR dalam fungsi pengawasannya.

"Bukan di ranah yudikatif yang berwenang mengadili dan pemutus. Bukan juga legislatif yang membenntuk UU," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement