REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG, BEKASI -- Kepolisian Resor Metro Bekasi, Jawa Barat, menyita seluruh aset tersangka DCY (25) yang diduga dibeli menggunakan dana peserta arisan daring (online) Facebook "Mama Yona". Total nilai aset itu Rp 1,4 miliar.
"Kami menyita 10 tas bermerek dengan nilai puluhan juta rupiah, lima bidang tanah, dua unit rumah lengkap dengan furnitur jati, mobil Honda Jazz B 1685 FZY, dan satu unit ponsel merek Iphone seharga Rp 17 juta," kata Kapolres Metro Bekasi Kombes Pol. Candra Sukma Kumara di Cikarang, Selasa (20/2).
Menurut dia, seluruh harta tersebut diduga diperoleh tersangka DCY dari hasil setoran uang arisan peserta yang jumlahnya mencapai 250 akun media sosial. Nominal uang yang ditransfer pelapor bervariasi dari Rp 10 juta sampai Rp 500 juta per pemilik akun.
"Mereka secara aktif berkomunikasi langsung dengan tersangka dan mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi DCY. Korban tergiur dengan keuntungan 50 persen yang dijanjikan tersangka," katanya.
Korban mayoritas berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Bekasi, Jakarta, Lampung, Batam, dan Bengkulu.
DCY saat ini telah ditangkap kepolisian setempat berkat aduan dari 26 korban yang merasa ditipu tersangka. Jumlah korban diprediksi Candra akan bertambah setelah dibukanya posko pengaduan terkait dengan penipuan arisan Mama Yona.
Candra menambahkan, DCY sampai kini masih menjadi satu-satunya tersangka dalam dugaan kasus penipuan itu, sedangkan sang suami masih berstatus sebagai saksi kasus tersebut. "Karena berdasarkan penyidikan sementara, suaminya tidak terlibat. Tersangka hanya dibantu enam petugas admin, satu di Yogyakarta," ujarnya.
Sementara itu, tersangka DCY menyangkal pernah menjanjikan keuntungan hingga 50 persen kepada peserta arisan.
"Saya mulai merasa kebingungan untuk mengembalikan uang peserta arisan karena sudah digunakan untuk membeli barang. Awalnya, sih, lancar (perputaran dana arisan), cuma pas tanggal 7 Februari 2018 mulai enggak bisa dikembalikan," kata DCY kepada wartawan.
DCY saat ini dijerat pasal berlapis, di antaranya Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan dan UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. "Ancamannya hukuman 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar," kata Candra.