REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir mengungkapkan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus membawa novum (bukti baru) dalam persidangan dengan agenda peninjauan kembali (PK) atas perkara kasus penistaan agama. Bukti baru tersebut, lanjut Muzakir, mesti berkualitas.
"Syarat bukti baru itu harus berkualitas. Kualitasnya yaitu kalau dimasukan, ia mengubah putusan," tutur dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/2).
Karena itu, Muzakir mengatakan, Ahok tetap bisa melakukan PK asal membawa bukti baru yang berkualitas dan mampu mengubah putusan sebelumnya. Kalau tidak bisa membawa bukti tersebut, tentu majelis akan menolak PK yang diajukan.
"Sederhana saja, kalau misalnya bisa mengubah putusan, bisa diterima. Kalau enggak bisa mengubah putusan ya enggak bisa diterima, ditolak (PK-nya)," ungkap dia.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara akan menggelar sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama dengan terpidana mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Senin (26/2) pagi.
Kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur mengatakan pihaknya sudah mengantongi sejumlah alasan yang jelas untuk memperkuat pengajuan PK. Namun demikian, Josefina tidak merinci alasan tersebut.
"Sidangnya akan digelar pagi ini di PN Jakut," kata Josefina dalam pesan singkatnya, Senin (26/2).
Ahok melalui kuasa hukumnya yaitu Josefina A. Syukur dan Fifi Lity Indra pada Jumat (2/2) lalu mengajukan PK terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap. Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas pernyataannya soal Surat Al-Maidah Ayat 51.
Ahok pun tidak mengajukan banding dan mulai menjalani hukuman penjara di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat sejak Mei 2017. Mantan Bupati Belitung Timur itu sekarang masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat untuk menjalani hukumannya.