Senin 26 Feb 2018 13:06 WIB

Pengamat: PK Bertujuan untuk Kurangi Putusan Pidana Ahok

Putusan tetap bisa terjadi jika tidak dilakukan upaya hukum banding atau kasasi

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Massa aksi di depan PN Jakpus yang menyelenggarakan sidang Peninjauan Kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Senin (26/2).
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Massa aksi di depan PN Jakpus yang menyelenggarakan sidang Peninjauan Kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Senin (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara akan menggelar sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama dengan terpidana mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Senin (26/2) pagi. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Ahok yang berstatus sebagai narapidana mempunyai hak untuk mengajukan PK, terlepas dari Ahok yang melewatkan pengajuan banding atau kasasi.

"Ahok atau siapapun yang berstatus narapidana mempunyai hak untuk mengajukan Peninjauan kembali. PK bisa ditujukan untuk mengurangi putusan juga bisa untuk meminta MA (Mahkamah Agung) menyatakan bahwa terpidana tidak bersalah melakukan tindak pidana," kata Fickar kepada Republika.co.id, Senin (26/2).

PK, lanjut Fickar,dasarnya merupakan upaya hukum luar biasa, yang bisa dilakukan oleh setiap orang yang terkait perkara pidana. Selain upaya hukum luar biasa, kata Fickar, dalam konteks penegakan hukum pidana dikenal juga dengan upaya hukum biasa, yaitu banding di Pengadilan Tinggi dan kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Upaya hukum biasa ini terikat oleh waktu, yaitu 14 hari sejak putusan syaratnya bisa dilakukan terhadap setiap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Termasuk di dalamnya Putusan PN (Pengadilan Negeri) yang sudah tetap, putusan PT (banding) yang sudah tetap dan putusan Kasasi MA.

"Putusan tetap itu bisa terjadi jika tidak dilakukan upaya hukum banding atau kasasi oleh terdakwa atau jaksa," tambahnya.

Fickar juga mengatakan, PK dapat diajukan dengan alasan, pertama ada kesesatan atau kekekiruan dalam putusan pengadilan yang lalu. Kedua dengan adanya novum atau ada bukti atau keadaan baru yang jika diketahui pada waktu sidang.

Untuk kemungkinan menang atau kalah pun, lanjutnya, memiliki peluang yang sama, yaitu bisa menang ataupun kalah. "Secara jelas kalau dinyatakan tidak bersalah nama Pak Ahok akan bersih kembali artinya tidak pernah dihukum," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement