REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ingin masyarakat Indonesia mencontoh apa yang akan dilakukan oleh para mantan narapidana tindak terorisme (napiter) dan keluarga korban-korbannya. Keduanya akan dipertemukan dan saling maaf-memaafkan.
"Besok itu akan kita pertemukan para napiter dengan keluarga korban teror. Macam-macamlah korban terorisme itu," tutur Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (27/2).
Ia menjelaskan, pada pertemuan itu, 103 napiter yang hadir akan meminta maaf kepada para keluarga korban terorisme. Mereka akan meminta maaf dan telah menyadari kesalahannya, di sisi lain, para keluarga korban akan memberi maaf atas apa yang telah para napiter lakukan.
"Yang di sana minta maaf menyadari kesalahannya dan yang di sana memberi maaf. Itu kan budaya Indonesia, ada musyawarah mufakat dan saling memaafkan," terangnya.
Karena itu, ia yakin, apa yang dilakukan oleh para napiter dan keluarga korbannya itu dapat pula dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Menurutnya, apabila masyarakatnya memiliki budaya saling menyadari kesalahan dan saling memaafkan, maka Indonesia akan aman.
"Keamanan negeri ini merupakan modalitas yang sangat penting untuk pembangunan nasional," ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, energi negara ini dapat terpusat pada bagaimana menyejahterakan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Begitu pula dengan membuat ekonomi yang tangguh akan tercipta jika negara ini aman dan damai.
"Aman dan damai itu bisa terjadi kalau kita bisa saling memaafkan. Besok kita pertontonkan itu," kata dia.
Wiranto menjelaskan, kegiatan di atas dilakukan setelah dilaksanakannya kegiatan deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri. Kegiatan dalam rangka penanggulangan tindakan terorisme yang mencuri perhatian negara-negara lain.
"Satu kegiatan yang cukup penting saat ini, menjadi suatu pengamatan di negara-negara lain pada saat saya kunjungan ke luar negeri," ungkapnya.