REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Organisasai Islam Jamiat Kheir, Husin Alatas menyebut pembinaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta kepada sebanyak 41 mahasiswi bercadar adalah sebuah diskriminasi. Menurutnya, hal itu kontradiktif dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasandari perlakuan yang bersifat diskriminatif.
"Jadi di sini kelihatannya pihak UIN sudah membuat semacam stigma, bahwa mereka yang bercadar itu patut dicurigai berpaham radikal," kata Husin kepada Republika.co.id, Selasa (6/3).
Menurutnya, bila terdapat pelarangan universitas kepada mahasiswinya untuk memakai cadar dengan alasan kecurigan, juga tak sesuai dengan kebebasan HAM yang bebas dan bertanggung jawab. Ia berpendapat, cadar tidak melanggar norma kesusilaan masyarakat.
"Kalau dia punya keyakinan itu, ya silakan selama ia tak melanggar norma kesusilaan, enggak menabrak aturan, enggak menabrak undang-undang, dan lain sebagainya, ya kan itu dilindungi oleh undang-undang," tuturnya.
Saat ini, keberadaan 41 mahasiswi bercadar itu dalam pembinaan universitas. Menurutnya, adanya pembinaan itu bisa diartikan mereka dicurigai dan harus dilakukan penelisikan.
"Berarti kan mereka patut ditelusuri kira-kira berbahaya atau enggak, itu saya pikir sudah melanggar privasi orang," ungkapnya.
Husin menganggap, tugas perguruan tinggi seharusnya bukan untuk mencurigai, namun harus melakukan pendekatan yang persuasif. Namun, yang ada, saat ini universitas memberikan pembinaan kepada mahasiswi yang bercadar yang kemudian dijadikan indikasi awal atas kekhawatiran lainnya, seakan merupakan sebuah langkah yang kurang tepat.
"Tugas perguruan tinggi, bukan membina dan bukan mencurigai. Seharusnya, perguruan tinggi melakukan langkah yang persuasif, jangan ada kecurigaan sehingga menimbulkan perpecahan lagi," tuturnya.