Rabu 28 Mar 2018 13:10 WIB

Jerman Ingin Cegah Perang Dingin Baru dengan Rusia

Jerman ikut bergabung dengan Uni Eropa mengusir diplomat Rusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Kedubes Rusia di Australia
Foto: ABC News
Kedubes Rusia di Australia

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemerintah Jerman ingin melakukan dialog dengan Rusia mengenai dugaan keterlibatannya dalam aksi penyerangan mantan mata-mata Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, awal Maret lalu. Dugaan keterlibatan Rusia tersebut telah memicu krisis diplomatik,tidak hanya dengan Inggris, tapi juga 22 negara anggota Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Koordinator pemerintah Jerman untuk Rusia Gernot Erler mengatakan, saat ini Jerman memang bergabung dengan negara-negara Eropa yang melakukan pengusiran terhadap diplomat Rusia. Kendati demikian, Jerman tetap ingin menjalin dialog dengan Rusia untuk menyelesaikan krisis tersebut.

"Kami memiliki posisi yang jelas dan tak tergoyahkan, tetapi kami ingin tetap berdialog dengan Moskow. Kita harus melakukan segala kemungkinan untuk mencegah Perang Dingin baru dengan Rusia," kata Erler dalam pernyataannya yang dirilis pada Rabu (28/3).

Kanselir Jerman Angela Merkel telah berulang kali meminta Rusia bekerja sama dalam penyelidikan dugaan keterlibatannya dalam aksi penyerangan Skripal. Namun seperti sebelumnya, Rusia membantah terlibat dan bertanggung jawab atas aksi penyerangan tersebut.

Kasus penyerangan Sergei Skripal (66 tahun) dan putrinya Yulia (33 tahun) telah memicu krisis diplomatik Inggris dengan Rusia. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen intelijen militer Rusia. Ia dan putrinya diserang menggunakan agen saraf kelas militer bernama Novichok pada 4 Maret lalu. Informasi terakhir, Skripal dan putrinya masih dalam keadaan kritis.

Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Tuduhan tersebut didasarkan padafakta bahwa agen saraf novichok pernah dikembangkan pada era Uni Soviet padatahun 1970-an. Rusia membantah tegas tudingan tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak lagi memiliki senjata kimia. Semua senjata kimia milik Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.

Ketika aksi saling tuding masih berlangsung, Perdana Menteri Inggris Theresa May, pada 15 Maret lalu, memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. May mengklaim 23 diplomat yang diusirnya merupakan agen mata-mata Rusia yang menyamar.

Rusia membalas hal tersebut dengan melakukan hal serupa. Kremlin mengusir 23 diplomat Inggris dan menghentikan seluruh kegiatan British Council di Rusia.

Kemudian pada Senin (26/3), Amerika Serikat (AS) memutuskan mengusir 60 diplomat Rusia dari negaranya dan memerintahkan penutupan konsulat Rusia di Seattle. Pengusiran tersebut dilakukan masih berkaitan dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Skripal.

Setidaknya 22 negara anggota Uni Eropa juga telah mendukung Inggris. Dukungan diberikan dengan cara mengusir diplomat-diplomat Rusia yang diyakini sebagai agen mata-mata. Sekitar 45 diplomat Rusia telah terusir dari beberapa negara Eropa hingga saat ini. Pemerintah Australia juga mengambil tindakan serupa. Mereka mengusir dua diplomat Rusia guna menunjukkan solidaritas kepada Inggris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement