Kamis 29 Mar 2018 13:36 WIB

Perjuangan, Pengkhianatan, dan Pengasingan Kerajaan Gowa

Gangguan dari pihak Kompeni membuat geram Kerajaan Gowa

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Pasukan pengawal Istana Kerajaan Gowa 'Balla Lompoa'
Foto: Yusran Uccang/Antara
Pasukan pengawal Istana Kerajaan Gowa 'Balla Lompoa'

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sejak abad ke-16, Kerajaan Gowa dengan pelabuhan utamanya, Sombaopu, telah ikut meramaikan jalur perdagang an di Nusantara. Perkembangan pesat ini antara lain disebabkan jatuhnya Bandar Malaka ke tangan Portugis pada 1511.

Bandar Sombaopu kian semarak sebagai pusat perdagangan rempah-rempah via jalur maritim dari dan menuju Maluku. Pada abad ke-17, seluruh Pulau Sulawesi serta sebagian Nusa Tenggara dikuasai Kerajaan Gowa. Masa kejayaan berlangsung di bawah pemerintahan Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola alias Sultan Muhammad Said.

Patihnya bernama Karaeng Pattingalloang. Sang raja gemar mengadakan diplomasi dengan negeri-negeri jauh, termasuk para raja di Eropa, Arab, dan India. Pada 1613, Sultan Gowa membolehkan pendirian pabrik milik kongsi dagang Inggris. Hal ini menimbulkan kebencian yang semakin dalam dari pihak kongsi dagang Belanda (VOC). Sesungguhnya, Gowa sudah melihat Belanda sebagai ancaman sejak 1615.

photo
Pelabuhan Paotere, salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo dulu yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14.

Perlakuan kasar Belanda terhadap pedagang Makassar tentu saja membuatnya sebagai orang Eropa yang pantas dijauhi. Untuk merebut kembali monopoli rempah-rempah di Nusantara timur, khususnya Sombaopu, Kom peni memanfaatkan persaingan Gowa dengan Bone. Strategi devide et impera pun dilancarkan di antara dua kesultanan Islam tersebut.

Perjuangan, Pengkhianatan, dan Pengasingan

Dua tahun setelah naik takhta, Sultan Hasanuddin menyerang basis Kompeni di Pulau Buton. Hasilnya, kemenangan bagi pasukan Gowa, sedangkan Belanda mengalami kekalahan telak.

Pada 1653 Sultan Muhammad Said wafat. Peng gantinya adalah putranya sendiri, Sultan Has a nud din. Dalam masa ini, gang guan dari pihak Kompeni semakin terasa. Terkenang lagi kejadian pada 1615 ketika sejumlah bangsawan Gowa ditipu, bahkan dibunuh atau ditawan para pembesar Belanda di atas kapal.

Rakyat dan raja Gowa mengadakan per lawanan, sehingga Belanda terpaksa mun dur. Sejak saat itu, berulang kali kapal-kapal Belanda menghalangi kedaulatan Gowa atau kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

Sultan Hasanuddin meneruskan kebijakan ayahnya yang menolak keinginan monopoli perdagangan Kompeni. Dengan demikian, hubungan Gowa dengan VOC pada titik terburuk. Dua tahun setelah naik takhta, Sultan Hasanuddin menyerang basis Kompeni di Pulau Buton. Hasil nya, kemenangan bagi pasukan Gowa, sedangkan Belanda mengalami kekalahan telak. Sebelumnya, Gowa juga berhasil mem bebaskan Maluku dari sistem hongtochten yang dilakukan Belanda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement