REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Ratu Keroncong, itulah julukan yang disematkan pada Waldjinah, penyanyi dengan spesialisasi keroncong asal Solo. Suara merdu Waldjinah memang populer, tapi di balik itu tak banyak yang tahu kisah cintanya termasuk prinsip yang dipegangnya sebagai penyanyi, istri, dan perempuan.
Kisah asmara Waldjinah dengan Soelis Moelyo Boedi Poespopranoto ditulis Ning Hening Yulia bersama rekan-rekannya dari rumah penulis Kebek Yoni Solo dalam sebuah buku Biografi Waldjinah yang akan terbit dalam waktu dekat. Ning menjelaskan singkat dalam Biografi Waldjinah jilid pertama terdapat bab khusus yang mengkisahkan percintaan Waldjinah dengan Soelis.
Ia mengungkapkan dalam sebuah orkes keroncong Gesang, Waldjinah terpikat dengan seorang pria yang hadir menyaksikan penampilannya. "Ibu turun panggung lalu papasan dan senggolan, pulangnya ibu pakai becak diikuti bapak pakai ontel," kata Ning, Senin (2/4).
Sejak saat itu, hubungan keduanya semakin dekat. Sang Ratu Keroncong pun malah dibuatkan lirik-lirik lagu oleh Soelis. Sekitar umur 17 tahun, Waldjinah menikah dengan Soelis. Ia pun dikaruniai lima anak.
Dalam biografi tersebut, kata Ning, juga dituliskan prinsip Waldjinah yang tak mau bernyanyi menghadap laki-laki. Alasannya sederhana, Waldjinah ingin menjaga perasaan penonton wanita dan menghormati penonton pria.
"Kalau di atas panggung orang senang saya (Waldjinah), memuja, karena saya menyanyi. Kalau di bawah panggung saya punya suami. Kalau menyanyi saya tak menghadap penonton laki-laki, tapi ke perempuan. Kalau menghadap ke perempuan bapaknya senang karena ibunya dimuliakan, tapi kalau menghadap ke laki-laki, ibunya bisa tak senang," ucap Ning menirukan perkataan Waldjinah.
Biografi Waldjinah sedang tahap akhir penyelesaian. Biografi tersebut ditulis dalan tiga jilid, pada jilid pertama mengkisahkan tentang kehidupan Waldjinah dan perjalanan kariernya. Pada jilid kedua berisi foto-foto Waldjinah serta jilid ketiga merupakan kumpulan lagu-lagu keroncong hits Waldjinah.
Ning mengaku membuat biografi tersebut secara sukarela. Ia dan rekan-rekannya saling gotong royong mengumpulkan dana agar bisa menyelesaikan buku tersebut. Bahkan rencananya dari biografi itu, ia dan timnya akan membuat film tentang perjalanan hidup Waldjinah.