Selasa 03 Apr 2018 16:47 WIB

Alasan Kemenhub Ingin Aplikator Jadi Perusahaan Transportasi

Ada dua alasan kuat yang menjadikan aplikator harus jadi perusahaan transportasi.

Warga mencari transportasi dengan aplikasi online. ilustrasi
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warga mencari transportasi dengan aplikasi online. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Sugihrdjo menjelaskan alasan mengapa perusahaan aplikasi harus menjadi perusahaan transportasi. Ini merupakan sebagai hasil dari rapat dengan Staf Kepresidenan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu.

Sugihardjo menyebutkan terdapat dua hal alasan kuat yang menjadikan aplikator harus jadi perusahaan transportasi. "Pertama aplikator ini memberi upah, kedua mengatur operasional ojek atau taksi itu sendiri," ucapnya di Jakarta, Selasa (3/4).

Sugihardjo menjelaskan apabila statusnya hanya sebagai aplikator, maka tidak berhak untuk mengupah dan mengatur kegiatan operasional. "Sama ketika kita membeli aplikasi, artinya sudah menjadi miliki kita dan kita yang mengatur. Tapi kalau ojek 'online' (daring), misalnya, tarifnya Rp 50 ribu apakah dia dapat nominal yang sama, kan enggak, dipotong dari aplikasi," ujarnya.

Dalam kegiatan operasional, dia menambahkan, ojek juga tidak bisa menentukan untuk mengambil pesanan yang muncul dari aplikasi. "Misal, saya ingin pesan ojek dengan pengemudi nama si A, apakah bisa menentukan harus si A yang datang, kan enggak itu ditentukan sama aplikator," katanya.

Dengan kata lain, Sugihardjo menegaskan bahwa apliaktor adalah perusahaan transportasi yang berbasis aplikasi. "Jadi aplikator itu menjual jasa transportasi umum berbasis aplikasi," ucapnya, menegaskan.

Seharusnya, lanjut dia, sebagai perusahaan aplikasi tidak berhak mengatur upah serta kegiatan operasional, namun pada kenyataanya banyak dilanggar. "Dulu aplikator itu datang dan bertanya mengapa dikasih kewajiban ini itu, saya kan hanya aplikator, tapi kenyataannya juga dia mengatur," tambahnya.

Terkait stastunya sebagai perusahaan transportasi, Sugihardjo mengatakan pihaknya akan mendiskusikan dengan pemangku kepentingan terkait operasional di daerah. Pasalnya, lanjut dia, untuk perusahaan taksi, seperti Bluebird izinnya diatur daerah melalui Dinas Perhubungan.

"Apakah satu perusahaan boleh beroperasi di seluruh daerah, ini nanti kita bicarakan terlabih dahulu dengan para pemangku kepentingan," tuturnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement