REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pembahasan aturan larangan calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana korupsi sebaiknya tidak ditunda-tunda. Kepastian hukum atas aturan tersebut sangat diperlukan karena tahapan pendaftaran caleg sudah semakin dekat.
"Tahapan pencalonan (caleg) sudah sangat dekat. Meski pendaftaran bakal caleg oleh KPU dijadwalkan mulai 4 Juli hingga 17 Juli 2018, tetapi parpol memerlukan kepastian aturan terkait persiapan mereka dalam melengkapi segala persyaratan bakal caleg," ujar Titi kepada Republika.co.id, Selasa (17/4).
Jika pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu menunda pembahasan aturan teknis pencalonan ini, Titi berpendapat hal itu mempengaruhi kesiapan parpol. Menurutnya, penundaan berpotensi membuat parpol tergesa-gesa dalam mempersiapkan kader yang akan diusung sebagai bakal caleg.
"Sempitnya waktu bisa mempengaruhi persiapan para bakal caleg dalam memenuhi berbagai berkas persyaratan yang diperlukan," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebelumnya, berdasarkan jadwal, Komisi II DPR, KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedianya menggelar rapat dengar pendapat untuk membahas dua PKPU, yakni PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta PKPU Pencalonan Capres-Cawapres pada Senin (16/4) siang.
Namun, karena perwakilan dari Kemendagri tidak hadir, maka rapat tidak dapat dimulai. Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali, mengatakan rapat dengar pendapat tidak bisa berlangsung sebab tidak memenuhi keterwakilan kehadiran lembaga terkait.
Pihaknya akan kembali mencari jadwal untuk melakukan rapat dengar pendapat kembali. Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan pihaknya akan tetap memasukkan aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) meski tidak mendapat persetujuan DPR.
Menurut pihaknya, jika rapat konsultasi aturan tersebut tidak mencapai titik temu, maka kewenangan akan dikembalikan kepada masing-masing lembaga terkait. "Benar (aturan tetap akan dimasukkan dalam PKPU). Perlu diketahui bahwa forum tertinggi di KPU itu kan pengambilan keputusan tetap ada di pleno. Sehingga, suara kelembagaan lah yang paling tinggi," ujar Wahyu.
Dia melanjutkan, sebaiknya proses rapat dengar pendapat tidak dianggap sebagai tempat mencari kesepakatan. Sebab, rapat dengar pendapat sifatnya tidak mengikat. Dalam rapat konsultasi tersebut, semua pihak termasuk tetap harus menghormati masing-masing lembaga.
"KPU kan juga diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat PKPU. Jadi kalau pertanyaannya bagaimana jika dalam rapat konsultasi tidak mencapai titik temu ? Ya kita akan kembali kepada tugas masing-masing (lembaga)," jelas Wahyu.