REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menuturkan, masuknya nama Gatot Nurmantyo dalam bursa capres untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berpotensi besar. Meski, nama Gatot terbilang telat muncul dibanding nama-nama lain seperti Jokowi dan Prabowo.
Menurut Adi, satu-satunya kelemahan Gatot adalah tidak mendapat dukungan partai politik. Sejauh ini, baru ada dua partai yang memberikan angin segar yakni PAN dan PKS, walaupun belum bisa dipastikan lagi.
"Sekarang, tinggal bagaimana dia (Gatot) bergerilya untuk mendapat support," ujar Adi ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (26/4).
Apabila memang jadi diajukan, kemungkinan Gatot masuk ke satu dari dua kubu. Yakni, antara koalisi Gerindra atau ditarik ke poros ketiga oleh Demokrat yang dinakhodai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk koalisi PDIP, Gatot akan sulit diterima karena nama Jokowi telah dikunci sebagai capres yang akan maju.
Dari beberapa nama tokoh, Anies Baswedan memiliki potensi besar untuk dicalonkan sebagai pasangan Gatot kelak. Sebab, keduanya relatif ideal dan profilnya masih bisa dikapitalisasi untuk dijual.
"Kalau benar pasangan ini dipastikan maju, Pilpres 2019 akan lebih ramai dan semarak dibandingkan saat ini," ucap Adi yang merupakan direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia.
Baik Gatot maupun Anies, memiliki profil yang relatif bisa diterima oleh orang banyak. Sehingga, bisa menjadi modal sosial. Terlebih, Pilpres 2019 masih lama dan memberikan waktu panjang untuk keduanya mark up profiling.
Namun, sekali lagi Adi mengingatkan, tanpa dukungan partai politik, maka skenario ini hanya bersifat utopia atau khayalan. "Karena politik itu tidak berbicara retorika saja, juga dukungan nyata," ucapnya.