REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu komunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang aturan bagi calon legislatif yang nantinya akan ikut dalam pemilihan legilslatif (Pileg) 2019. KPU mendorong agar mantan narapidana yang pernah tersangkut kasus korupsi tidak boleh ikut serta dalam Pileg.
Tjahjo mengatakan, KPU harus melihat kasus per kasus dalam PKPU yang akan dibuat. Sebab saat ini KPU hanya memfokuskan pada tindak pidana korupsi, padahal namanya tidak pidana kejahatan luar biasa bukan hanya korupsi.
"Yang namanya tindak pidana itu kan macam-macam. Tindak pidana ringan, tindak pidana korupsi maupun narkoba juga masuk proses hukum," ujar Tjahjo di Istana Negara, Jumat (4/5).
Dia menjelaskan, bahwa seseorang yang telah menjalani hukuman bisa dianggap telah melunasi apa yang dilakukannya dalam tindak kejahatan. Namun pertimbangan politik maka mesti dilihat kembali apakah memang layak mereka yang telah melakukan kejahatan seperti korupsi menjad calon pemimpin di badan legislatif.
Pro dan kontra seperti ini yang harus dibahas lebih mendalam oleh pemerintah dan DPR. Menurutnya, aturan ini mendapat banyak kecamanan karena mantan terpidana bisa saja berubah menjadi lebih baik dari sisi personal.
Hal ini lah yang dianggap bisa menciderai hak warga negara untuk maju dalam Pileg. Hingga kini pemerintah pun belum bisa memberikan sikap atas usulan PKPU tersebut.
"Belum. Sikap pemerintah, mengikuti aturan perundangan yang ada. Soal KPU mendefinisikan lain, saya yakin KPU juga sudah mempertimbangkan sebagaimana aturan di Undang-undang, karena PKPU itu merujuknya pada Undang-undang," ujarnya.