REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing mengatakan pengungsi Rohingya yang kembali ke Myanmar akan hidup aman di desa-desa yang khusus dibangun untuk mereka. Sekitar 700 ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan Myanmar ke Bangladesh setelah militer melancarkan tindakan brutal pada Agustus lalu.
Myanmar dan Bangladesh setuju untuk memulangkan para pengungsi ke Negara Bagian Rakhine yang tahun lalu dilanda konflik. Namun warga Rohingya enggan kembali ke Rakhine tanpa ada jaminan keamanan.
"Tidak perlu khawatir tentang keamanan mereka jika mereka tinggal di daerah yang telah diperuntukkan bagi mereka," kata Min Aung Hlaing dalam pertemuannya dengan delegasi Dewan Keamanan PBB di Naypyidaw pada 30 April lalu, yang laporannya dirilis pada Sabtu (5/5), dikutip Arab News.
Dia menyebut etnis minoritas tanpa kewarganegaraan itu sebagai etnis "Bengali." Myanmar percaya etnis Rohingya adalah imigran dari Bangladesh meskipun kehadiran mereka telah lama ada di Rakhine.
Min Aung Hlaing mengaku meragukan laporan para pengungsi Rohingya di Bangladesh yang mengatakan mereka menghadapi ancaman pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran rumah.
"Bengali tidak akan pernah mengatakan bahwa mereka bahagia, setibanya mereka di sana. Mereka ingin mendapatkan simpati dan hak, dengan mengatakan mereka menghadapi banyak kesulitan dan penganiayaan. Masalah itu dibesar-besarkan," ujar dia.
PBB mengatakan kondisi di Rakhine masih belum aman bagi para pengungsi untuk kembali, meskipun Myanmar telah menyatakan siap untuk melakukan pemulangan. Pemerintah Myanmar telah membangun kamp-kamp transit yang dapat menampung puluhan ribu orang dan sejumlah kecil rumah baru untuk menggantikan desa-desa Rohingya yang terbakar.
Lebih dari 120 ribu warga Rohingya saat ini masih tinggal di kamp-kamp pengungsian internal di ibu kota Negara Bagian Rakhine, Sittwe. Dil Mohamed, seorang pemimpin Rohingya yang berlindung di perbatasan, mengatakan kepada wartawan akhir bulan lalu, pengungsi tidak ingin tinggal di kamp transit karena khawatir kekerasan akan kembali terjadi.
"Kami menunggu di sini hanya sampai kami diizinkan untuk kembali ke rumah kami," kata dia.