REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merasa persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta bernuansa persidangan materil. Menurut mereka, majelis hakim terbawa hingga bisa seperti demikian.
"Harusnya pemerintah tidak perlu Perrpu sebenernya dan gunakan UU 17/2013. Di situ kan fair persidangan materil. Kalau di sini kan persidangan bukti administrasi bernuansa sperti persidangan materil," tutur Kuasa Hukum HTI Gugum Ridho Putra usai persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Jakarta Timur, Senin (7/5).
Menurut Gugum, majelis hakim terbawa hingga mencapai ke sana. Majelis hakim, kata dia, berkali-kali mengatakan tidak mau menilai dengan menyevutkan peraturan perundang-undangan itu merupakan ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tapi dengan membawa persidangan ini menjadi materil itu jelas tindakan inkonsisten. Ujug-ujug hari ini semua bukti dihadirkan, bukti video, buku, dijadikan dasar untuk membenarkan putusan pemerintah," jelasnya.
Majelis hakim PTUN pada Senin (7/5) memutuskan menolak gugatan yang diajukan oleh eks organisasi (HTI) atas keputusan Menkumham. Dengan demikian, surat keputusan Menkumham No AHU-30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan status badan hukum HTI tetap berlaku.
"Dalam pokok perkara, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Dua, menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 450.000," ujar hakim ketua Tri Cahya Indra Permana pada sidang di PTUN DKI Jakarta, Jakarta Timur, Senin (7/5).