REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Hujan abu melanda Kabupaten Sleman setelah erupsi freatik terjadi di Gunung Merapi. Relawan yang terdiri dari masyarakat, PMI, BPBD, dan elemen-elemen lain pun tergerak untuk membagikan masker kepada pengendara yang mengarah ke sekitaran Gunung Merapi.
Muji, salah satu relawan dari Paguyuban Relawan Bazooka (PRB) Mlati menuturkan, masyarakat memang telah memiliki komunitas untuk penanggulangan bencana. Karenanya, begitu terjadi hujan abu semua bergerak swadaya membagikan masker.
"Jadi di bawah perintah BPBD Sleman dan SAR DIY, kita untuk mengantisipasi segera membagikan masker ini," kata Muji kepada Republika, Jum'at (11/5).
Pembagian masker sendiri sudah dilakukan sejak gemuruh Gunung Merapi terdengar dan diikuti gempa, sekitar 07.45. Kondisi itu sendiri dirasakan hampir semua masyarakat yang ada di kaki-kaki sekitaran Gunung Merapi.
Saat ini, status Gunung Merapi sendiri masih normal aktif. Namun, untuk antisipasi, masyarakat radius 3-5 kilometer memang telah diimbau untuk menjauh, dan lebih baik untuk berada di titik-titik kumpul atau posko pengungsian.
Kepala Stasiun Geografi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Nyoman Sukanta melaporkan, erupsi terjadi sekitar pukul 07.40 dengan durasi kegempaan lima menit. Ketinggian kolom erupsi mencapai 5.500 meter di atas puncak.
"Erupsi yang terjadi bersifat freatik (dominasi uap air), berlangsung satu kali dan tidak diikuti erupsi susulan," kata Nyoman.
Ia menambahkan, sebelum erupsi freatik terjadi, jaringan seismik Gunung Merapi tidak merekam adanya peningkatan kegempaan. Namun, sempat teramati peningkatan suhu kawah secara singkat pada 06.00, kurang dari dua jam sebelum erupsi.
Pascar erupsi, kegempaan yang terekam tidak mengalami perubahan dan suhu kawah mengalami penurunan. Karenanya, Nyoman mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak termakan isu-isu yang tidak bertanggung jawab.