REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan pemerintah wajib menguburkan jenazah dari pelaku teror di Surabaya. Imbauan ini setelah muncul adanya penolakan pemakaman oleh warga Surabaya pada Jumat (18/5).
Wakil Rois Syuriah PWNU Jatim KH Anwar Iskandar mengatakan kewajiban kepada orang yang meninggal dunia ada empat, yaitu dimandikan, lalu dishalati, dikafani dan dikubur. "Tidak menjelaskan siapa yang harus melakukan itu. Kalau ada penolakan keluarga maka pemerintah bisa mengambil alih empat hal itu," kata KH Anwar kepada wartawan di Mapolda Jatim di Surabaya, Sabtu (19/5).
Menurut dia, pemerintah punya kuasa untuk isbat atau untuk menetapkan hukum. Apalagi jika keluarga tidak mau, kekuasaan tersebut beralih ke negara.
Yang penting, kata dia, empat ini dilaksanakan dan tidak boleh tidak dilaksanakan. Soal penolakan warga terkait pemakaman pelaku teror di tempat pemakaman umum (TPU) jalan Putat Jaya Surabaya, dia mengatakan, negara punya banyak tanah.
"Gunung-gunung dan hutan-hutan juga tanah dari negara. Kalau saudaranya sudah menolak dan menyerahkan ke polisi, artinya hak itu pindah ke pemerintah," ucapnya.
Anwar juga menyampaikan kedatangan pihak PWNU Jatim ke Mapolda untuk menyampaikan keperihatinan seluruh warga NU terhadap peristiwa akhir-akhir ini. Kedayangan juga untuk memberikan dukungan dan semangat kepada Polri khususnya Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin.
Anwar berharap pemerintah dan DPR RI segera merampungkan revisi Undang-Undang nomor 15 Tahun 2003 atau UU Antiterorisme. “Sebagai payung agar aparat keamanan bisa melakukan tindakan dan pencegahan sedini mungkin terhadap hal-hal yang bisa menggganggu stabilitas keamanan," ujarnya.
Ketua Rois Syuriah PWNU Jatim KH Agus Ali Masyhuri menegaskan rentetan aksi teror yang terjadi baik di Surabaya maupun Sidoarjo dan lainnya adalah murni kejahatan kemanusiaan. Da menyatakan tidak ada hubungannya dengan agama apapun.
"Baik agama Samawi maupun Ardhi tidak ada yang membenarkan kekerasan, kajahatan atas nama kemanusiaan," kata dia.
Dia menjelaskan, ulama mempunyai kapasitas sebagai seorang ngaji. Yakni, bagaimana memandang umat dengan penuh kasih sayang. Selain itu, bagaimana umat ini bisa hidup dengan tenang, aman, damai dan nyaman.
"Maka, apapun bentuk teror dan siapun yang melakukan harus dilawan. Kita susun kekuatan dan rapatkan barisan karena tidak ada kejahatan kemanusiaan yang dibenarkan oleh agama apapun," ucapnya.