REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam Indonesia, Muflich Chalif Ibrahim, meminta Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin melakukan klarifikasi dasar penetapan rekomendasi mubaligh. Namun, klarifikasinya yang bersifat argumentatif dan objektif.
“Kami mendesak Menteri Agama sampaikan dasar serta alasan merilis nama tersebut, bukan normatif namun harus argumentatif dan objektif,” kata Chalif Ibrahim dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Senin (21/5).
Chalif mengatakan, seharusnya Menteri Agama mengundang ormas Islam terlebih dahulu untuk dialog dan komunikasi sebelum mengeluarkan kebijakan yang berujung hiruk-pikuk. “Dialog lebih diutamakan,” tambahnya.
Chalif juga meyakinkan ke umat bahwa masih banyak nama-nama ulama, kiai atau mubalig yang belum tercatat dan itu tak berarti mubalig tersebut tidak memenuhi kriteria seperti yang dirilis Kemenag. “Menurut kami kalau itu salah cabut dan minta maaf,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, daftar nama mubaligh yang dikeluarkan Kemenag itu dalam rangka menjawab semua pertanyaan dari masyarakat. Sebab, banyak masyarakat yang menanyakan kepada Kemenag terkait mubaligh yang bisa berceramah, baik di mushala, masjid, maupun tempat pengajian lainnya.
“Karena begitu banyaknya permintaan dan pertanyaan dari masyarakat, lalu kemudian kami di Kemenag meminta masukan kepada sejumlah ormas Islam, tokoh umat, ulama, termasuk masjid-masjid besar yang ada di Indonesia. Lalu, kemudian kami mendapatkan nama-nama itu,” ujar Menag dalam keterangan tulis di Jakarta, Ahad (20/5).
Menag juga menyatakan, rilis daftar 200 nama mubaligh bukanlah yang pertama dan bukan satu-satunya. Artinya, pada kemudian hari akan muncul nama-nama sesuai dengan masukan yang diterima dari tokoh-tokoh ulama dan ormas Islam.
“Sehingga mereka bisa kita manfaatkan ilmunya. Ini daftar yang sangat dinamis dan akan senantiasa mengalami updating dan perubahan penambahan.”