REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII, Sodiq Mudjahid mengusulkan Kementerian Agama (Kemenag) tak perlu melanjutkan pendataan untuk menambah daftar rekomendasi mubaligh oleh pemerintah. Sebab, ia beranggapan hal itu berpotensi membelah stigma umat.
"Kalau dilanjutkan, takut stigma terbelah, keilmuan yang memberikan bukan negara, tapi umat," kata Sodiq dalam rapat dengar pendapat dengan Kemenag RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).
Ia mempertanyakan penentuan angka 200 sebagai jumlah daftar rekomendai mubaligh. Sebab, Indonesia memiliki banyak mubaligh yang tersebar hingga pelosok Tanah Air.
Ia beranggapan, keluarnya daftar rekomendasi mubaligh bukan didasarkan pada standarisasi dan seleksi. Melainkan, daftar itu didesak oleh waktu karena menjelang Ramadhan.
"Kemenag kepepet mengumumkan semua. Bahkan, Menag tidak konfirmasi. Karena sensitif, bisa dikatakan Menag mencatut nama mereka, nggak elok," tutur dia.
Dengan demikian, menurut dia, Kemenag tak perlu melanjutkan pendataan rekomendasi mubaligh. Sebab, ilmu agama adalah ilmu umat bukan milik lembaga atau institusi.
"Untuk meredam ini semua, agar tidak dilanjutkan. Orang di kampung, pinggir pantai, dan ujung sudah banyak yang ikhlas," jelasnya.
Terkait mubaligh yang tidak ada dalam daftar, menurut dia, bukan berarti mereka tidak memiliki ilmu agama yang tinggi. Apabila pemerintah menganggap mubaligh yang tidak ada dalam daftar tak baik, maka pemerintah harus memberi pembinaan pada mereka.
"Kalau tidak baik, maka tugas kita buat dia baik, dan kalau perlu ditangkap, kita rapikan ulama, tetapi caranya tidak seperti ini," tutur dia.