REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Sabtu (26/5) menyerukan semua pihak yang terlibat dalam situasi di sekitar Korea Utara (Korut) untuk menahan diri. Hal itu diserukan juga oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Abe mengatakan sikap menahan diri sangat penting bagi Pyongyang untuk sepenuhnya melepaskan diri dari semua senjata nuklir. Kedua pemimpin negara itu memberikan komentar saat konferensi pers di Moskow setelah bertemu membahas Korut dan masalah geopolitik lainnya.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan mengejutkan pada Sabtu (26/5). Pertemuan itu dalam upaya untuk memastikan bahwa pertemuan tingkat tinggi antara Kim dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berlangsung dengan sukses.
Pembicaraan mereka dilakukan di desa perbatasan Panmunjeom, yang menurut para pejabat Korsel berlangsung dua jam. Pembicaraan itu berlangsung sebulan setelah mereka mengadakan pertemuan antar-Korea pertama dalam lebih dari satu dekade di tempat yang sama. Pada pertemuan itu, mereka menyatakan akan bekerja menuju semenanjung Korea yang bebas nuklir dan mengakhiri secara resmi Perang Korea 1950-53.
Pernyataan dari kantor berita negara Korea Utara, KCNA, mengatakan bahwa Kim menyatakan "keinginan tetapnya" untuk bertemu dengan Trump seperti yang direncanakan sebelumnya pada 12 Juni. Selain itu, Kim dan Moon setuju untuk mengadakan pembicaraan tingkat tinggi antara kedua Korea pada 1 Juni. Mereka akan mengambil langkah-langkah untuk segera mengimplementasikan upaya mereka untuk denuklirisasi semenanjung. KCNA mengatakan para pemimpin juga sepakat untuk bertemu secara teratur.
Gedung Putih tidak menanggapi permintaan untuk komentar pada pertemuan tersebut. Namun juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan tim pendahulu dari Gedung Putih dan pejabat Departemen Luar Negeri AS akan berangkat ke Singapura pada akhir pekan ini untuk mempersiapkan kemungkinan KTT di sana.
"Ada kemungkinan yang sangat kuat bahwa KTT AS-Korut dapat segera kembali," kata Harry Kazianis dari konservatif Pusat pemikiran kepentingan Nasional di Washington.