Rabu 30 May 2018 23:24 WIB

Abraham Samad Dukung Larangan Nyaleg Mantan Koruptor

Abraham Samad menghargai pendapat Presiden Jokowi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menjawab pertanyaan wartawan saat dialog bersama Jurnalis Yogyakarta di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/4).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menjawab pertanyaan wartawan saat dialog bersama Jurnalis Yogyakarta di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memandang, aturan yang melarang mantan narapidana korupsi untuk maju menjadi calon legislatif (caleg) sebagai langkah yang progresif. Semangat untuk menciptakan anggota legislatif yang berintegritas harus direspons oleh semua pihak.

"Semangatnya itu kan kita ingin menciptakan anggota legislatif, anggota dewan, yang bersih dan berintegritas. Maka semangat itu harus ditangkap, harus direspons, oleh semua pihak," ujar Abraham melalui sambungan telepon, Rabu (30/5).

Respons tersebut, kata dia, harus pula dilakukan oleh pemerintah. Abraham menjelaskan, pemerintah seharusnya memberikan ruang dan dukungan yang kuat bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan tersebut pun ia akui amat penting untuk dijadikan sebagai instrumen pencegahan tindak korupsi ke depannya.

"Tinggal bagaimana caranya supaya aturan itu bisa lebih kuat, lebih legal. Jadi, aturan yang dibuat KPU itu bisa dilegalkan, misalnya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah," ungkapnya.

Menurut Abraham, langkah yang KPU ambil melalui Peraturan KPU (PKPU) itu merupakan langkah yang progresif. Memang, kata dia, aturan tersebut sudah pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Namun, langkah KPU itu harus tetap diapresiasi dengan baik.

"Kita harus mengapresiasi apa yang dilakukan KPU. Karena dia ingin menciptakan agar caleg yang ikut dalam kontestasi politik itu adalah orang-orang yang betul-betul bersih dan berintegritas," tuturnya.

Terkait dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai larangan tersebut, Abraham menganggap, Jokowi mungkin berpikir secara legalistik formal. Berpikir, kalau hal itu tak diatur di dalam undang-undang, maka tidak perlu untuk dilakukan.

"Mungkin begitu ya atau juga mungkin Pak Jokowi melihat dari perspektif hak-hak politik individu. Mungkin begitu. Harus dihargai (pendapatnya)," tambah Abraham.

Baca juga: Disayangkan, Pernyataan Jokowi Soal Hak Politik Koruptor

Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi memastikan tidak ada perubahan substansi dalam aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Aturan yang sudah masuk dalam rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ini rencananya akan segera disahkan.

"Hari ini kami lakukan pemeriksaan terakhir terhadap rancangan PKPU itu sebab kami tidak ingin ada salah redaksional dan sebagainya. Substansi (aturannya) sama. Tidak ada lagi perubahan sebab kami sudah menyepakatinya dalam pleno (rapat pleno internal KPU)," ujar Pramono kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/5).

Dia melanjutkan, jika sudah diperiksa, rancangan ini kemungkinan akan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Rabu sore. Kemenkumham nantinya akan memberikan nomor kepada rancangan PKPU sehingga menjadi sah sebagai PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Pramono juga memastikan bahwa Kemenkumham tidak akan menolak pengesahan rancangan PKPU itu. Menurut dia, Kemenkumham tidak berada pada tataran substansi isi rancangan PKPU.

photo
Aturan larangan caleg bagi mantan koruptor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement