Selasa 05 Jun 2018 13:56 WIB

Perppu Bisa Jadi Alternatif Larang Mantan Koruptor Nyaleg

Perubahan itu bisa dilakukan dengan inisiatif presiden.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Hasyim Asyari - Anggota KPU
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Hasyim Asyari - Anggota KPU

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemillihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, mengatakan pemerintah sebaiknya berinisiatif mengubah aturan dalam undang-undang pemilu jika menganggap usulan soal larangan caleg dari mantan narapidana korupsi bertentangan dengan aturan di atasnya. Perubahan aturan ini bisa dilakukan dengan merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 atau menyerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

"Kalau KPU dianggap melanggar undang-undang karena secara legal formal, harfiah, tidak ada bunyi-bunyian bahwa mantan narapidana korupsi itu dilarang nyaleg, mestinya pembentuk undang-undang segera berinisiatif mengubah aturan ini, " ujar Hasyim kepada wartawan di Kantor Kemenkum-HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/6).

Perubahan ini, lanjut dia, bisa dilakukan dengan inisiatif Presiden, yakni melalui Perppu, atau merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Hasyim, menegaskan jika inisiatif pemerintah perlu.

Baca juga:  DPR Tunggu Sikap Kemenkumham Soal Pengesahan PKPU Caleg

Sebab, selama ini KPU selalu disebut sebagai pihak yang melanggar ketentuan undang-undang di atasnya. Jika ada inisiatif mengubah undang-undang, maka bisa lebih menegaskan tafsir pasal 240 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal itu saat ini ini hanya mengatur tentang diperbolehkannya mantan narapidana mencalonkan sebagai caleg sepanjang mengumumkan statusnya kepada masyarakat.

Sementara itu, jika ada ada perubahan undang-undang dalam benyuk Perppu, nantinya akan lebih efisien. Sebab, Perppu tidak membutuhkan pemberian nomor dari Kemenkum-HAM sehingga tidak perlu waktu lama untuk disahkan.

Berdasarkan revisi terakhir draf PKPUPencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h). Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Sementara itu, pada draf sebelumnya, aturan ini tertuang dalam pasalpasal 7 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.Peraturan itu berbunyi'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi'.

Baca juga:  Disayangkan, Pernyataan Jokowi Soal Hak Politik Koruptor

Sebelumnya, Menkum-HAM, Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan tidak bersedia menandatangani draf peraturan KKPU tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk Pileg 2019. Yasonna beralasan, substansi yang dalam PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang.

"Jadi, nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU itu saja," ujar Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Menurut Yasonna, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan akan memanggil Komisi Pemilihan Umum. Dalam pemanggilan tersebut, pihaknya akan menjelaskan kepada KPU bahwa draf PKPU tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang di atasnya, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

PKPU tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya pernah menganulir pasal mantan narapidana ikut dalam pilkada pada 2015 lalu. "Kita ini sedang membangun sistem ketatanegaraan yang baik. Tujuan yang baik jangan dilakukan dengan cara yang salah," ujar Yasonna.

Mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengaku memahami niat baik dan tujuan dari KPU. Namun, menurut Yasonna, jangan sampai menabrak ketentuan UU.

Pemerintah akan meminta KPU merevisi draf PKPU tersebut. Hal itu juga pernah dilakukan Kemenkumham kepada kementerian lainnya terkait peraturan yang bertentangan dengan UU. Yasonna menegaskan lagi bahwa yang bisa menghilangkan hak berpolitik seseorang adalah keputusan pengadilan.

Baca juga: Mantan Koruptor Jadi Caleg Bisa Gugat ke MA" href="http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/05/24/p987xq430-yang-tak-setuju-mantan-koruptor-jadi-caleg-bisa-gugat-ke-ma" target="_blank" rel="noopener">Yang tak Setuju Mantan Koruptor Jadi Caleg Bisa Gugat ke MA

photo
Larangan caleg untuk mantan koruptor.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement