Selasa 05 Jun 2018 16:09 WIB

KPU Usulkan Aturan Larangan Caleg Mantan Koruptor Masuk UU

Perppu tidak membutuhkan pemberian nomor dari Kemenkumham

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Komisi Pemilihan Umum - Arief Budiman
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Komisi Pemilihan Umum - Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, mengatakan aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bisa dimasukkan dalam Undang-undang (UU) Pemilu. Selain itu, KPU juga menyarankan adanya Perppu untuk bisa menegaskan larangan ini.

Menurut Arief, secara ide dan substansi, semua pihak mendukung pemberantasan korupsi dalam pemilu. Ide KPU yang ingin melarang adanya caleg dari mantan narapidana kasus korupsi juga didukung banyak pihak.

"Hanya saja, yang menjadi perdebatan itu soal bagaimana pengaturannya.KPU memandang supaya larangan ini efektif, efisien dan cepat maka dibuat dalam Peraturan (PKPU). Kemudian rekan-rekan di Kementerian Hukum. Dan HAM (Kemenkum-HAM) menyatakan kalau aturan ini harus dimasukkan di dalam undang-undang," ujar Arief kepada wartawan di Kantor Kemenkum-HAM, Kuningan, Jakarta Pusat, Selasa (5/6).

Perbedaan pendapat ini, kata Arief, terjadi saat KPU bertemu dengan Kemenkum-HAM pada Selasa pagi. Karena itu, KPU mengusulkan agar ada dua cara yang ditempuh.

"Maka sayausul, KPU mengatur larangan itu lewat PKPU sebab kami kan bukan pembuat undang-undang. Kemudian pemerintah melakukan perbaikan undang-undang dengan memasukkan aturan itu di undang-undang. Jadi sama-sama berjalan," tutur dia.

Arief menambahkan, dalam pertemuan pada Senin, pihaknya sudah menyampaikan semua landasan yang menguatkan dasar usulan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg. "Baik dasar hukum, rujukan sosiologis dan filosofis sudah kami sampaikan semua," tegas Arief.

Terpisah, Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan pemerintah sebaiknya berinisiatif mengubah aturan dalam undang-undang pemilu jika menganggap usulan soal larangan caleg dari mantan narapidana korupsi bertentangan dengan aturan di atasnya. Perubahan aturan ini bisa dilakukan dengan merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 atau menyerbitkan Perppu.

"Kalau KPU dianggap melanggar undang-undang karena secara legal formal, harfiah, tidak ada bunyi-bunyian bahwa mantan narapidana korupsi itu dilarang nyaleg, mestinya pembentuk undang-undang segera berinisiatif mengubah aturan ini, " ujar Hasyim kepada wartawan, Selasa.

Perubahan ini, lanjut dia, bisa dilakukan dengan inisiatif Presiden, yakni melalui Perppu, atau merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Hasyim, menegaskan jika inisiatif pemerintah perlu.

Sebab, selama ini KPU selalu disebut sebagai pihak yang melanggar ketentuan undang-undang di atasnya. Jika ada inisiatif mengubah undang-undang, maka bisa lebih menegaskan tafsir pasal 240 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal itu saat ini ini hanya mengatur tentang diperbolehkannya mantan narapidana mencalonkan sebagai caleg sepanjang mengumumkan statusnya kepada masyarakat.

Sementara itu, jika ada ada perubahan undang-undang dalam bentuk Perppu, nantinya akan lebih efisien. Sebab, Perppu tidak membutuhkan pemberian nomor dari Kemenkum-HAM sehingga tidak perlu waktu lama untuk disahkan.

Sebagaimana diketahui, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg diatur dalam drafPKPUPencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM. Larangan ini tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h), berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Sementara itu, pada draf sebelumnya, aturan ini tertuang dalam pasalpasal 7 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.Peraturan itu berbunyi'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement