Rabu 06 Jun 2018 15:44 WIB

Mendagri-Menkumham Kompak Tolak PKPU Soal Mantan Koruptor

Pemerintah ingin KPU tak menabrak aturan undang-undang.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai, yang berwenang untuk mencabut hak politik seseorang adalah ketentuan undang-undang dan putusan pengadilan. Tanpa dua hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat mengatur ketentuan yang melarang mantan narapidana korupsi sebagai calon anggota legislatif.

Karena itu, ia juga mendukung sikap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang menolak menandatangani PKPU terkait pencalonan yang memuat larangan mantan narapidana korupsi nyaleg.

"Posisi saya pemerintah ya sama dengan dengan Pak Menkumham. Pertimbangan Menkumham dasar melarangnya ya harus di dua itu, tidak bisa ada aturan lain, termasuk hal-hal yang lain walaupun semangatnya sama intinya," ujar Mendagri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6).

Menurut dia, jangan sampai aturan yang disetujui itu bertentangan dengan undang- undang. Karena itu, PKPU yang dibuat KPU juga semestinya tidak menabrak UU.

Baca juga: Larangan Caleg Mantan Koruptor Masuk UU" href="http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/06/05/p9uesj430-kpu-usulkan-aturan-larangan-caleg-mantan-koruptor-masuk-uu" target="_blank" rel="noopener">KPU Usulkan Aturan Larangan Caleg Mantan Koruptor Masuk UU

Mengenai usulan sebagian pihak agar diuji saja di Mahkamah Agung jika PKPU itu disahkan, Tjahjo mempersilahkannya. Namun, ia tetap menilai PKPU tersebut perlu diundangkan terlebih dahulu oleh Menkumham, bukan hanya ditandatangani oleh KPU.

"Versi KPU kalau sudah diteken oleh KPU sah. Silakan itu hak KPU. Karena KPU sebagaimana keputusan MK kan mandiri. Tetapi pandangan Menkumham saya ikut. Dia kan lebih tahu," ujar Tjahjo.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan tidak akan menandatangani draf peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk pileg 2019. Yasonna beralasan, substansi yang dalam PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang.

"Jadi, nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU, itu saja," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Baca juga: Tanpa Ragu, KPU Tegaskan Mantan Koruptor tak Bisa Nyaleg

Menurut Yasonna, Kemenkumham melalui Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan akan memanggil KPU. Dalam pemanggilan tersebut, pihaknya akan menjelaskan kepada KPU bahwa draf PKPU tersebut tidak sesuai dengan undang-undang, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, PKPU tersebut juga tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya pernah menganulir pasal mantan narapidana ikut dalam pilkada pada 2015 lalu. "Nanti saya akan minta Dirjen manggil KPU. Pertama, alasannya itu bertentangan dengan UU, bahkan tidak sejalan dengan keputusan MK. Kita ini kan sedang membangun sistem ketatanegaraan yang baik. Tujuan yang baik jangan dilakukan dengan cara yang salah," ujar Yasonna.

photo
Aturan larangan caleg untuk mantan narapidana kasus korupsi.

Mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengaku memahami niat baik dan tujuan dari KPU. Namun, menurut Yasonna, jangan sampai menabrak ketentuan UU. "Karena itu bukan kewenangan PKPU, menghilangkan hak orang itu tidak ada kaitannya dengan PKPU, tidak kewenangan KPU. Yang dapat melakukan itu adalah UU, keputusan hakim. Itu saja," kata Yasonna.

Menurut dia, pihaknya akan meminta KPU merevisi draf PKPU tersebut. Hal itu juga pernah dilakukan Kemenkumham kepada kementerian lainnya terkait peraturan yang bertentangan dengan UU. Yasonna menegaskan lagi bahwa yang bisa menghilangkan hak berpolitik seseorang adalah keputusan pengadilan.

"Yang bisa menghilangkan hak adalah UU, keputusan pengadilan. Kalau orang itu keputusan pengadilan dia maka orang itu dicabut oleh keputusan pengadilan," ujarnya.

Baca juga: Disayangkan, Pernyataan Jokowi Soal Hak Politik Koruptor

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement