REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengatakan draf Peraturan KPU (PKPU) pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi perlu cepat diundangkan. Arief menyatakan telah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H Laoly, dan menjelaskan penyerahan draf aturan tersebut.
"Kita butuh cepat (diundangkan). Sebab kurang dari satu bulan lagi pendaftaran caleg," ujar Arief kepada wartawan saat dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).
Pendaftaran caleg DPRD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dimulai pada 4 Juli. Akhir dari masa pendaftaran ini dijadwalkan pada 17 Juli mendatang. Arief mengatakan sudah bertemu dengan Menkumham dalam satu kesempatan acara, baru-baru ini. Pada saat itu, dia menyampaikan jika draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota telah diserahkan ke Kemenkumham
"Saya katakan, 'Pak Menteri, saya mau melaporkan,saya sudah ketemu dengan Direktur Perundang-undangan, saya sudah diskusikan semua, argumentasi KPU juga sudah kami sampaikan semua. Kemudian beliau menyatakan 'Ya nanti kita lihat', " jelasnya.
Meski demikian, kata Arief, komunikasi dengan Direktur Jenderal Peraturan dan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana belum dilakukan lagi. Dirinya masih yakin jika draf PKPU yang juga memuat larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg ini akan diundangkan oleh Kemenkumham
"Sampai sekarang, draf kami belum dikembalikan. Dan kami masih percaya ini nanti akan diundangkan," tambah Arief.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Peraturan dan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana mengatakan, pihaknya sedang mendalami draf PKPU pancalonan caleg yang memuat larangan narapidana kasus korupsi. Menurutnya, masih ada sejumlah pihak yang akan dihadirkan Kemenkumham untuk melakukan sinkronisasi peraturan itu.
Draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota saat ini sudah diserahkan oleh KPU ke Kemenkumham. "Kami akan menelaah (draf ini) dulu sebagaimana yang menjadi lazimnya. Mohon dipahami bahwa ini bukan hanya soal larangan eks koruptor menjadi caleg, tetapi sudah ada Permenkumham Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaga Negara Republik Indonesia yang sudah berlaku," ujar Widodo ketika dikonfirmasi pada Kamis.
Selain ditelaah, Permenkumham juga mengharuskan mereka untuk melakukan klarifikasi kepada sejumlah instansi yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Karenanya, Kemenkumham juga akan mengundang beberapa kementerian/lembaga lain seperti Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk dimintai keterangan.
"Kami harus melakukan sinkronisasi dengan instansi lain yang punya pendapat dan pandangan beda soal aturan larangan caleg dari eks-koruptor. Kita pastikan agar draf PKPU yang telah disusun ini tidak bertentangan dengan UUD, UU, aturan yang lebih tinggi dan putusan pengadilan serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," tegasnya.
Jika dalam penyelarasan itu belum ditemukan kata sepakat, Kemenkum-HAM bisa mengembalikan draf PKPU kepada KPU. Menurut Widodo, mekanisme pengembalian ini pernah dilakukan dan diatur dalam Permenkum-HAM Nomor 31 Tahun 2017. "Supaya dibenarkan dulu. Kalau dikembalikan, maka aturan tersebut belum bisa dipakai," tegasnya.
Sebagaimana diketahui,larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h)PKPUPencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM.Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.