REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Mas Alamil Huda
Gebrakan di bulan Ramadhan dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sesuai janji kampanye demi rasa adil, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menyegel Pulau C dan D milik PT Kapuk Naga Indah di Teluk Jakarta.
Spanduk dari Pemprov DKI Jakarta berupa peringatan lokasi ditutup karena melanggar Pasal 69 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyegelan ini dilakukan untuk menghentikan seluruh aktivitas kegiatan di pulau hasil reklamasi ini sekaligus mensterilkan lokasi.
"Ya, kami diperintah pimpinan (gubernur) untuk mengawal penutupan atau penyegelan lokasi ini," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Yani Wahyu Purwoko kepada wartawan di pulau reklamasi, Kamis (7/6).
Dalam penyegelan ini, kata Yani, sebanyak 500 personel Satpol PP dikerahkan. Ada 200 personel dikerahkan masuk ke Pulau C dan D. Sementara, 300 personel menunggu di luar pulau atau perbatasan dengan wilayah Jakarta Utara.
Anies Baswedan melepas 500 personel Satpol PP dalam apel di Balai Kota DKI. Anies memerintahkan agar penyegelan dilakukan sesuai prosedur yang ada. Dia meminta aparat tetap taat terhadap prosedur operasional standar (POS) yang ditetapkan.
"Untuk semua, tunjukan adab, tunjukan tata cara yang terhormat, ini bukan berarti kita kompromi, bukan lemah, justru tunjukkan senyum, wajah boleh ramah, tapi ketegasan tidak bisa dikompromikan," pesan Anies dalam apel.
Menurut Anies, langkah penyegelan ini untuk memastikan bahwa Jakarta harus tertib dan teratur. Semua harus mengikuti aturan yang ada, termasuk perizinan pembangunan pulau reklamasi dan pendirian rumah pribadi maupun rumah kantor (rukan). Anies menegaskan, Pemprov DKI akan menindak semua tanpa kecuali bagi yang melanggar aturan.
"Bagi pelanggar yang punya sosial ekonomi lemah maupun kuat, semuanya akan ditindak oleh Pemprov DKI Jakarta. Setelah ini, bagian kita memastikan tidak ada pengulangan di tempat lain," ujar Anies.
Jumlah bangunan yang disegel mencapai 932 bangunan, terdiri atas 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor (rukan), serta 311 unit rumah tinggal dan rukan yang belum jadi. Anies mengingatkan, hukum bukan hanya tegak kepada mereka yang kecil dan lemah, melainkan juga kepada mereka yang besar dan kuat.
"Jangan dibalik, jangan membangun dahulu baru mengurus izin. Tetapi, pastikan ada ada izin dulu baru membangun," ujar Anies.
Setelah resmi menyegel, Anies memerintahkan Satpol PP menjaga kedua pulau buatan itu agar steril dari orang dan aktivitas pembangunan. Dia melanjutkan, Pemprov DKI akan menuntaskan penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi. Perencanaan akan dilakukan terintegrasi di seluruh pesisir utara Jakarta. Penataan tidak dilakukan secara parsial per kawasan.
Anies berjanji akan mengumumkannya segera setelah penyegelan. Tapi, ia tak menyebut kapan pastinya. "Sekaligus juga kita akan nanti membentuk semua badan-badan yang yang yang diharuskan oleh Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 1995."
Anies sempat meninjau langsung pelaksanaan penyegelan bangunan di pulau reklamasi pada Pulau D dan Pulau C. Anies terlihat menggunakan kemeja batik bermotif naga bermahkota saat memantau penyegelan di pulau reklamasi.
Kemeja batik itu berwarna dominan cokelat tua bermotif naga dengan menggunakan mahkota. Dalam mitologi Jawa biasanya naga digambarkan sebagai pelindung atau pengayom.
Saat ditanya tentang motif batik naga yang digunakannya, Anies berkata, "Ayo hitung jumlahnya."
Sebelumnya, Anies telah meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk membatalkan seluruh sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi yang diberikan kepada pengembang. Surat permohonan itu dikirim untuk membatalkan tiga pulau yang dimaksud, yakni Pulau C, D, dan G. Surat dengan nomor 2373/-1.794.2 itu ditandatangani oleh Anies pada 29 Desember 2017.
Berpeluang dibongkar
Pemprov DKI membuka peluang untuk membongkar bangunan yang kini sudah berdiri megah lantaran tak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Citata) DKI Benni Agus Chandra menuturkan, bangunan di pulau reklamasi bisa dibongkar karena melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Terkait ketentuan pembongkaran, hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005.
Namun, Benni mengatakan, saat ini, Pemprov DKI sedang mengkaji dan mengaudit semua bangunan yang ada untuk dicocokkan dengan perizinan yang ada. Jika tak berizin, kemungkinan akan dibongkar. Tapi, kata dia, jika hasil kajian menunjukkan bangunan tak perlu dibongkar, hal tersebut tak dilakukan.
Benni menerangkan, pihaknya sudah berkali-kali menerbitkan surat peringatan kepada pengembang Pulau C dan D yang merupakan anak usaha PT Agung Sedayu Group. Surat peringatan pertama dilayangkan Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Utara pada 8 Juli 2015.
Setelah itu, surat peringatan diterbitkan Dinas Citata DKI berupa Surat Segel tertanggal 29 Juli 2015 serta surat perintah pembongkaran pada 24 Agustus 2015. Surat peringatan terkait penghentian penjualan properti juga pernah dilayangkan pada 18 April 2016. (Pengolah: erik purnama putra).