REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Kisruh pelantikan penjabat (pj) Gubernur Jabar Komjen Pol M Iriawan sampai ke Ombudsman Indonesia juga. Kemarin, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menyebutkan ada dua hal yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan polemik pengangkatan Iriawan itu.
Pertama, kata Alamsyah, dengan menggunakan jalur yudisial. Pihak yang kontra bisa melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Melalui PTUN, jelas Alamsyah, Surat Keputusan (SK) Presiden yang menjadi dasar pengangkatan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar dikaji kembali. "Apakah SK itu sah atau tidak," kata dia, Kamis (21/6).
Kedua, sambung Alamsyah, melalui jalur legislatif di mana DPR berhak menggunakan instrumen yang dimilikinya seperti hak angket untuk mempertanyakan pengangkatan Iriawan. Penggunaan instrumen tersebut merupakan bentuk pengawasan politik dari DPR terhadap Pemerintah.
"Untuk pengawasan politik, otoritasnya ada di DPR, karena ini tentang keadilan dalam proses politik. Silakan DPR menggunakan instrumen yang mereka punya," ungkap Alamsyah.
Alamsyah menilai polemik pengangkatan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar ini sebetulnya hanya soal kepatutan. Pengangkatan Iriawan menimbulkan ketidakpercayaan di tengah masyarakat khususnya Jabar. Menurut Alamsyah, kalau bukan Iriawan yang diangkat, tidak akan menuai pro dan kontra seperti sekarang ini.
Ombudsman, papar Alamsyah, baru bisa menelusuri ada-tidaknya maladministrasi dalam pengangkatan Iriawan jika ada laporan yang masuk. Kalaupun laporan tersebut diterima, ada proses untuk menelusuri bagaimana Iriawan menjadi Sekretaris Utama di Lemhanas hingga menjadi Pj Gubernur Jabar.
"Meskipun secara administrasi tidak tepat, lebih tepat dibawa ke pengadilan (PTUN). Karena persoalan ini pada dasarnya bukan cuma aspek legal tapi juga sensitivitas," ujar Alamsyah.