REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum pemohon uji materi pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Denny Indrayana menegaskan permohonan uji materi terhadap aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bukan pesanan dari pihak tertentu. Denny mengatakan para penggugat tidak mempunyai hubungan dengan parpol manapun.
"Silakan dilihat dari para pemohonnya. Mereka adalah orang-orang merdeka yang tidak mungkin bisa disetir oleh siapapun," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (22/6).
Permohonan uji materi ini diajukan oleh 12 orang dari macam bidang. Mereka adalah Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua Komisi Yudisial), M Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (akademisi), Hadar Nafis Gumay (mantan Komisioner KPU), Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), dan Rocky Gerung (akademisi).
Ada pula Robertus Robet (akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (profesional/sutradara film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua PP Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (profesional). Sementara, ahli yang akan dihadirkan untuk mendukung permohonan uji materi ini ada tiga pakar hukum. Ketiganya adalah Refly Harun, Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti.
Denny mengungkapkan, 12 dua pemohon tersebut adalah perseorangan WNI dan badan hukum publik non-partisan. Mereka mempunyai hak pilih dalam Pilpres, pembayar pajak, dan berikhtiar untuk terus menciptakan sistem pemilihan presiden yang adil dan demokratis bagi seluruh rakyat Indonesia.
Denny mengatakan, pihaknya membawa sembilan argumen baru yang akan disampaikan di persidangan. Antara lain, ia menilai pasal 222 UU 7/2017 mengatur "syarat" pencapresan dan karenanya bertentangan dengan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 yang hanya mendelegasikan pengaturan "tata cara".
Denny juga menuturkan, pengusulan capres dilakukan oleh parpol peserta pemilu yang akan berlangsung, bukan pemilu anggota DPR sebelumnya. Sehingga pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
"Syarat pengusulan capres oleh parpol seharusnya adalah close legal policy bukan open legal policy, sehingga pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945," ujarnya.