REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ambang batas pengajuan calon presiden dan cawapres (presidential threshold) dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, kembali digugat. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan tersebut, maka hal ini akan mengubah peta perpolitikan di Indonesia.
"Jika MK mengabulkan gugatan ambang batas pengajuan capres dan cawapres, maka calon-calon alternatif dipastikan akan banyak bermunculan," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Hendri menilai, gugatan presidential threshold dikabulkan oleh MK, sebenarnya hal ini tidak merugikan bagi Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres pejawat. "PT nol persen tidak akan merugikan Jokowi. Sebab saat ini, elektabilitas Jokowi masih tertinggi, justru semakin banyak lawan, semakin menguntungkan bagi Jokowi," katanya.
Namun, Hendri menilai meski ambang batas pengajuan capres akhirnya diubah menjadi nol persen, belum tentu semua parpol akan mengajukan capresnya. Sebab parpol akan memikirkan biaya mengusung sendiri capresnya. "Enggak semua parpol berani majukan capres, mahal soalnya," ucapnya.
Dia memprediksi paling banyak ada empat pasangan calon presiden dan wakil presiden, bila MK memutuskan presidential threshold nol persen. Selain Jokowi, Prabowo kemungkinan besar akan tidak ragu untuk maju lagi di pilpres jika PT nol persen. Calon lain yang kemungkinan juga maju adalah Jusuf Kalla. Sementara untuk capres alternatif, Hendri mengatakan ada peluang bagi Yusril Ihza Mahendra untuk maju.
"Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa tapi hampir pasti akan diplot sebagai wapres. Sementara calon dari luar partai seperti Gatot Nurmantyo, nampaknya masih sulit dapat kendaraan,” jelas founder Lembaga Survei Kedai KOPI ini.
Baca juga: Ambang Batas Pencalonan Presiden Kembali Digugat ke MK
Seperti diketahui, aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materi atas pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh 12 orang dari berbagai kalangan.
Permohonan uji materi kali ini dilakukan oleh 12 orang dari macam bidang. Mereka adalah Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua Komisi Yudisial), M Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (akademisi), Hadar Nafis Gumay (mantan Komisioner KPU), Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), dan Rocky Gerung (akademisi). Ada pula Robertus Robet (akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (profesional/sutradara film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua PP Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (profesional).
Sementara, ahli yang akan dihadirkan untuk mendukung permohonan uji materi ini ada tiga pakar hukum. Ketiganya adalah Refly Harun, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti.
Sebelumnya pasal 222 UU Pemilu pernah diujimateri di MK. Hasilnya, MK menolak permohonan tersebut pada 11 Januari lalu. Dalam pertimbangan, MK menyebutkan aturan soal ambang batas pencalonan presiden yang diatur pada pasal tersebut dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
Baca juga: MK Belum Jadwalkan Sidang Gugatan Ambang Batas Pencapresan
Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan masyarakat, baik individu maupun dalam kelompok tertentu, yang ingin melakukan uji materi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jokowi menyatakan akan menghormati proses hukum.
"Ya kita harus menghormati hukum, dari masyarakat untuk mengajukan uji materi kepada MK. Saya kira dipersilakan," ujar Jokowi sehabis meninjau pengerjaan proyek runway 3 di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (21/6).
Baca juga: Jokowi Persilakan Ambang Batas Pencapresan Digugat ke MK